payment-4334491_1920

Pemotong, Subjek, Objek, dan Saat Terhutangnya PPh Pasal 23

PPh Pasal 23 merupakan pemotongan penghasilan tertentu dengan nama dan dalam bentuk apapun yang dibayarkan, disediakan untuk dibayarkan, atau telah jatuh tempo pembayarannya oleh badan pemerintah, subjek pajak badan dalam negeri, Penyelenggara kegiatan, Bentuk Usaha Tetap, atau Perwakilan perusahaan luar negeri lainnya kepada Wajib Pajak Dalam Negeri atau Bentuk Usaha Tetap (dipotong oleh pihak yang membayarkan). Berdasarkan ketentuan UU Nomor 36 Tahun 2008, pemotongan PPh Pasal 23 dilakukan oleh Pemotong Pajak atas penghasilan yang:dibayarkan, disediakan untuk dibayarkan, atau telah jatuh tempo pembayarannya. Ketentuan ini juga menjadi landasan hukum bagi Pemotong Pajak dalam menentukan kapan saat terutangnya PPh Pasal 23. Sifat pemotongan PPh Pasal 23 adalah tidak final.

Selain itu perlu diketahui juga bahwa sesuai dengan ketentuan Pasal 23 ayat (1a) UU PPh, dikatakan bahwa dalam hal WP yang menerima atau memperoleh penghasilan tidak memiliki NPWP, maka besarnya tarif pemotongan ditetapkan lebih tinggi 100% (seratus persen) daripada tarif PPh Pasal 23 yang normal. Berdasarkan ketentuan Pasal 23 UU PPh, maka pihak yang ditunjuk sebagai Pemotong PPh Pasal 23 adalah sebagai berikut:

1. Badan Pemerintah

Badan pemerintah yang dimaksud di sini adalah setiap unit tertentu dari Pemerintah baik pusat maupun daerah.

2. Subjek Pajak Badan Dalam Negeri

Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah dengan nama dan dalam bentuk apa pun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya, lembaga dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap.

3. Penyelenggara Kegiatan

4. Bentuk Usaha Tetap atau Perwakilan Perusahaan Luar Negeri Lainnya

Sesuai denganPasal 2 ayat (1a) UU PPh, BUT merupakan subjek pajak yang perlakuan perpajakannya dipersamakan dengan subjek pajak badan.Meskipun demikian, status BUT yang sebenarnya adalah WP Luar Negeri, akan tetapi pemenuhan kewajiban perpajakannya dipersamakan dengan kewajiban perpajakan WP Dalam Negeri. Untuk itu, apabila WP BUT membayarkan penghasilan kepada pihak lain yang merupakan Objek PPh Pasal 23 maka wajib melakukan pemotongan PPh Pasal 23.

 

Pemotong PPh harus memberikan tanda bukti pemotongan kepada orang pribadi atau badan yang dipotong PPh setiap kali melakukan pemotongan. Jangka waktu untuk melakukan penyetoran PPh Pasal 23 yang dipotong oleh Pemotong PPh dapat dibaca di PMK Nomor 242/PMK.03/2014 Tentang Tata Cara Pembayaran Dan Penyetoran Pajak.

 

Sesuai dengan ketentuan Pasal 23 UU PPh, maka pihak-pihak yang wajib dipotong PPh Pasal 23 adalah: (a) WP Dalam Negeri, atau (b) BUT. WP Dalam Negeri bisa merupakan WP badan Dalam Negeri atau orang pribadi Dalam Negeri. Sedangkan BUT, sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya adalah berstatus sebagai WP Luar Negeri, namun pemenuhan kewajiban perpajakannya dipersamakan dengan WP Badan Dalam Negeri.

Untuk memudahkan pemahaman, berdasarkan cara penghitungan dan tarif pajaknya, maka Objek PPh Pasal 23 dapat diklasifikasikan menjadi 2 kelompok besar yaitu: (1) Objek PPh Pasal 23 dengan tarif 15% dari Jumlah Bruto dan (2) Objek PPh Pasal 23 dengan tarif 2% dari Jumlah Bruto.

1. Tarif 15% Dari Jumlah Bruto

PPh Pasal 23 sebesar 15% dari Jumlah Bruto atas penghasilan sebagai berikut:

  • Dividen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf g UU PPh;
  • Bunga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf f UU PPh;
  • Royalti; dan
  • Hadiah, penghargaan, bonus, dan sejenisnya selain yang telah dipotong PPh sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) huruf e UU PPh.

2. Tarif 2% Dari Jumlah Bruto

PPh Pasal 23 sebesar 2% dari Jumlah Bruto penghasilan dikenakan atas:

  • Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta, kecuali sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta yang telah dikenai PPh sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) UU PPh; dan
  • Imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa konsultan, dan jasa lain selain jasa yang telah dipotong PPh sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 UU PPh.

 

Sedangkan, yang bukan merupakan objek PPh Pasal 23 adalah:

1. Penghasilan yang dibayar atau terutang kepada bank.

2. Sewa yang dibayar atau terutang sehubungan dengan sewa guna usaha dengan hak opsi (financial lease).

3. Dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai WP dalam negeri, koperasi, badan usaha milik negara, atau badan usaha milik daerah, dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia sepanjang:

  • Dividen tersebut berasal dari cadangan laba yang ditahan; dan
  • Bagi perseroan terbatas, badan usaha milik negara dan badan usaha milik daerah yang menerima dividen, kepemilikan saham pada badan yang memberikan dividen paling rendah 25% (dua puluh lima persen) dari jumlah modal yang disetor.

Serta dividen yang dibagikan kepada Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri. (PP Nomor 19 Tahun 2009)

4. Bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma, dan kongsi, termasuk pemegang unit penyertaan kontrak investasi kolektif.

5. Sisa hasil usaha koperasi yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggotanya.

6. Penghasilan yang dibayar atau terutang kepada badan usaha atas jasa keuangan yang berfungsi sebagai penyalur pinjaman dan/atau pembiayaan yang diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.

 

Berdasarkan Pasal 15 PP 94 Tahun 2010, saat terhutangnya PPh Pasal 23 adalah:

  1. Pada saat dibayarkan penghasilan
  2. Disediakan untuk dibayarkan penghasilan
  3. Telah jatuh tempo pembayarannya penghasilan, tergantung peristiwa mana yang terlebih dahulu; atau
  4. Ditentukan dalam kontrak perjanjian atau faktur

Comments are closed.