paper-3025558_1920

Pengakuan dan Pengukuran Penghasilan

Di dalam akuntansi, pengakuan seringkali diinterpretasikan sebagai pencatatan menyangkut efek dari suatu transaksi, kejadian atau keadaan terhadap elemen-elemen Laporan Keuangan dalam pembukuan sehingga dapat disajikan di Laporan Keuangan. Pada aspek pengakuan ini prinsip realisasi penghasilan yang dianut dalam UU PPh sering berbeda dengan standar akuntansi keuangan (SAK) meskipun disiplin akuntansi menggunakan kreteria pengakuan pendapatan yang sama (diperoleh earned, diterima atau direalisasikan realized dan dapat direalisasikan realizable). Oleh karena itu, membedakan antara saat diperolehnya atau dapat direalisasikannya suatu penghasilan dengan saat pengakuannya mutlak diperlukan.

Wajib Pajak seringkali diberi kesempatan untuk mengakui suatu penghasilan yang direalisasikannya sesudah terjadi pada masa-masa pajak sebelumnya. Hal ini diakibatkan stelselakrual bukan satu-satunya dasar penentuan penghasilan atau laba-rugi periodik yang dianut UU PPh. Bahkan untuk kasus-kasus tertentu adakalanya UU PPh mengharuskan perusahaan untuk mengakui penghasilan dalam masa-masa pajak setelah masa pajak direalisasikannya penghasilan. Beberapa alasan mengapa kondisi demikian terjadi diantaranya adalah:

1. Continuity of Interest

Suatu investasi dalam harta tetap ditukarkan dengan harta tetap sejenis maka keuntungan atau kerugiannya yang terjadi tidak harus diakui dalam periode atau masa pajak terjadinya transaksi pertukaran, tapi dapat diakui dalam periode atau masa pajak setelah terjadinya transaksi tersebut. Realitas/fakta tidak adanya tambahan kemampuan ekonomis dari Wajib Pajak menjadi alasan yang mendasari untuk ditunda dan ditangguhkannya pengakuan keuntungan atau kerugian

2. Asas Kemampuan Membayar (Ability to Pay)

Saat yang paling tepat untuk memungut dan menagih pajak adalah saat WP mempunyai cukup uang untuk membayar kewajiban pajaknya.

3. Asas Substansi Ekonomi

Pada prinsipnya, subtansi ekonomi suatu transaksi harus diutamakan dari pada bentuk dan status hukumnya:

  • Pengakuan Pendapatan Sebelum Penyerahan Barang atau Jasa. Contoh : Penyelesaian kontrak jangka panjang
  • Pengakuan Pendapatan Setelah Penyerahan Barang atau Jasa. Contoh: Installment sales, Cost recovery, dan Metode kas.

Selanjutnya, hal yang terkait erat dengan masalah pengakuan adalah masalah pengukuran. Ada lima atribut pengukuran yang digunakan dalam praktek akuntansi:

  1. Biaya historis (historical cost) adalah harga tunai ekuivalen untuk barang atau jasa pada tanggal perolehan;
  2. Biaya pengganti saat ini (current replacement cost) merupakan harga tunai ekivalen yang akan dibayarkan sekarang untuk membeli atau mengganti jenis barang atau jasa yang sama;
  3. Nilai pasar saat ini (current market value) adalah harga tunai ekivalen yang dapat diperoleh dengan menjual suatu aktiva dalam likuidasi yang dilaksanalan secara terarah;
  4. Nilai bersih yang dapat direalisasi (net realizablevalue) adalah jumlah kas yang diperkirakan akan diterima atau dibayarkan dari hasil pertukaran aktiva atau kewajiban dalam kegiatan normal perusahaan;

Nilai sekarang (present value) yang didiskontokan adalah jumlah arus kas masuk bersih dimasa mendatang yang didiskontokan pada nilai sekarang.

Pajak tidak sepenuhnya menggunakan atribut pengukuran yang sama dengan akuntansi. Dalam perpajakan atribut pengukuran yang sering digunakan adalah:

  1. Nilai perolehan yaitu berupa harga jual/beli. Nilai perolehan dipakai apabila transaksi melibatkan pihak-pihak yang tidak ada hubungan istimewa sehingga harga yang ditransaksikan merupakan harga yang wajar;
  2. Harga pasar wajar, nilai ini dipakai apabila transaksi yang terjadi melibatkan pihak- pihak yang mempunyai hubungan istimewa. Hubungan Istimewa terjadi dalam hal:
    • Pengusaha mempunyai penyertaan langsung atau tidak langsung sebesar 25% atau lebih pada Pengusaha lain, atau hubungan antara Pengusaha dengan penyertaan sebesar 25% atau lebih pada dua Pengusaha atau lebih. Demikian pula hubungan antara dua Pengusaha atau lebih yang disebutkan terakhir.
    • Pengusaha menguasai Pengusaha lainnya atau dua Pengusaha atau lebih berada dibawah penguasaan Pengusaha yang sama, yaitu penguasaan melalui manajemen atau penggunaan teknologi.
    • Hubungan keluarga baik sedarah maupun semenda dalam garis keturunan lurus satu derajat dan/atau kesamping satu derajat:
    • Sedarah lurus satu derajat, yaitu: ayah/ibu dengan anak;
    • Sedarah kesamping satu derajat, yaitu: kakak dengan adik;
    • Semenda lurus satu derajat, yaitu: mertua dengan menantu atau ayah/ibu dengan anak tiri;
    • Semenda kesamping satu derajat, yaitu: hubungan saudara ipar;

 

Jika antara suami istri ada perjanjian pemisahan harta dan penghasilan, maka hubungan keduanya merupakan hubungan istimewa.

Contoh Jurnal

Berikut contoh penjurnalan atas transaksi yang melibatkan pemotongan dan pemungutan PPh serta PPN, yaitu:

Yes (PKP) melakukan pembayaran sewa mobil kepada Oke Rent Car (PKP) sebesar Rp.50.000.000 untuk 2 tahun, berikut adalah jurnal pencatatan akuntansi untuk kedua belah pihak:

  • Jurnal PT. Yes pada saat melakukan pembayaran

Sewa dibayar dimuka                                     50.000.000

PPN Masukan                                                    5.000.000

Hutang PPh Pasal 23                                        1.000.000

Kas                                                                    54.000.000

  • Jurnal PT. Yes pada saat mengakui beban sewa (jurnal penyesuaian akhir tahun)

Beban Sewa                                                     25.000.000

Sewa dibayar dimuka                                    25.000.000

 

  • Jurnal Oke Rent Car pada saat menerima pembayaran

Kas                                                                  54.000.000

Uang Muka PPh Pasal 23                               1.000.000

PPN Keluaran                                                   5.000.000

Pendapatan Sewa diterima dimuka           50.000.000

  • Jurnal Oke Rent Car pada saat mengakui pendapatan sewa (jurnal penyesuaian akhir tahun)

Pendapatan Sewa diterima dimuka               25.000.000

Pendapatan Sewa                                              25.000.000

 

Pada ilustrasi jurnal diatas dapat disimpulkan beberapa hal, yaitu:

  1. Sifat pemajakan dengan mekanisme dipungut oleh pihak lain, yaitu PPh Potput, bagi pihak pemungut jumlah pajak dipungut akan tercatat lebih dulu pada sisi hutang, selanjutnya saat penyetoran atas pemungutan pajak tersebut dilakukan ke kas Negara baru nilai hutang akan hilang dengan kontra akun Kas. Jika sampai pada saat pembuatan laporan keuangan masih belum dibayarkan maka jumlah tersebut akhirnya akan muncul di Neraca pada sisi hutang.
  2. Sebaliknya, pada sisi pihak yang dipotong maka jumlah tersebut adalah kredit pajak yang akan tercatat pada sisi aktiva.
  3. Pada mekanisme pemungutan PPN keluaran akan tercatat pada sisi hutang, sedangkan PPN Masukan akan tercatat pada sisi aktiva. Jika atas PPN Masukan sifatnya tidak dapat dikreditkan maka dapat dicatat sebagai biaya, atau jika pembeli bukan berstatus sebagai PKP maka nilai PPN Masukan dapat disatukan ke dalam harga perolehan.
  4. Pada saat melakukan penghitungan nilai PPN pada akhir masa pajak, jika hasil SPT PPN dengan status kurang bayar maka akan ada Kas yang keluar (kredit) untuk menutup selisih hitungan jumlah Pajak Keluaran dan Pajak Masukan. Sebaliknya, jika SPT PPN statusnya adalah Lebih Bayar maka akan muncul akun Lebih Bayar PPN Masa XX (debit) untuk menutup selisih Lebih Bayar tersebut.
  5. Dalam Laporan Laba rugi, akun terkait pajak yang akan muncul yaitu: PPh Badan, PBB, Bea Meterai, dan PPN Masukan yang tidak dapat dikreditkan.

Dalam Neraca, akun terkait pajak yang akan muncul yaitu: Uang Muka PPh dan PPN Masukan pada sisi Aset, serta Utang PPh dan PPN Keluaran pada sisi Kewajiban.

Comments are closed.