Apakah benar di tahun 2021, UMKM tidak perlu membayar PPh Pasal 25? Dalam artikel ini, kami akan membahas peraturan yang dapat dijadikan acuan, yaitu Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2018 (PP 23 Tahun 2018) tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu dan juga Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor SE-25/PJ/2019 (SE-25/PJ/2019) tentang Petunjuk Lebih Lanjut Pelaksanaan PMK Nomor 215/PMK.03/2018 tentang Perhitungan Angsuran PPh dalam Tahun Pajak Berjalan yang Harus Dibayar Sendiri oleh Wajib Pajak Baru, Bank, BUMN, BUMD, Wajib Pajak Masuk Bursa, Wajib Pajak Lainnya yang Berdasarkan Ketentuan Diharuskan Membuat Laporan Keuangan Berkala dan Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu.
Seperti yang diketahui, PP 23 Tahun 2018 sendiri merupakan lanjutan dari PP 46 Tahun 2013 yang menurunkan tarif PPh Final atas Peredaran Bruto Tertentu dari 1% menjadi 0,5%. Sesuai dengan Pasal 3 PP 23 Tahun 2018, tarif 0,5% ini dapat digunakan untuk Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu yang dikenai Pajak Penghasilan final, yaitu
- Wajib Pajak orang pribadi; dan
- Wajib Pajak badan berbentuk koperasi, persekutuan komanditer, firma, atau perseroan terbatas, yang menerima atau memperoleh penghasilan dengan peredaran bruto tidak melebihi Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah) dalam 1 (satu) Tahun Pajak.
Sesuai dengan peraturan ini, yang menjadi kata kunci sebenarnya bukanlah pengusaha UMKM, melainkan peredaran bruto tertentu (yang tidak melebihi Rp 4.800.000.000).
Perbedaan utama antara PP 23 Tahun 2018 dan PP 46 Tahun 2013 terletak jangka waktu penggunaan PPh bersifat Final. Pada PP 46 Tahun 2013, Wajib Pajak tidak memiliki jangka waktu untuk menggunakan tarif PPh Final ini, sedangkan pada PP 23 Tahun 2018 terdapat jangka waktu tertentu untuk pengenaan PPh yang bersifat final. Adapun jangka waktu yang dimaksud adalah sebagai berikut:
- 7 (tujuh) Tahun Pajak bagi Wajib Pajak orang pribadi;
- 4 (empat) Tahun Pajak bagi Wajib Pajak badan berbentuk koperasi, persekutuan komanditer, atau firma; dan
- 3 (tiga) Tahun Pajak bagi Wajib Pajak badan berbentuk perseroan terbatas.
Jangka waktu yang dimaksud terhitung sejak:
- Tahun Pajak Wajib Pajak terdaftar, bagi Wajib Pajak yang terdaftar sejak berlakunya Peraturan Pemerintah ini, atau
- Tahun Pajak berlakunya Peraturan Pemerintah ini, bagi Wajib Pajak yang telah terdaftar sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah ini.
Sebagai contoh, apabila terdapat Wajib Pajak Badan berbentuk PT dengan peredaran bruto kurang dari Rp 4.800.000.000, yang terdaftar di tahun 2021, maka tahun pajak dimulai di tahun 2021. Sehingga, perhitungan jangka waktu 3 tahun yang dimaksud adalah dihitung dari tahun 2021, 2022, dan 2023. Kemudian pada tahun 2024, Wajib Pajak tersebut tidak boleh lagi menggunakan tarif PPh 0,5% yang diatur dalam PP ini.
Apabila Wajib Pajak Badan terdaftar sebelum tahun 2018, maka tahun pajak akan dihitung mulai dari tahun 2018. Sehingga, perhitungan jangka waktu 3 tahun yang dimaksud dihitung dari tahun 2018, 2019 dan 2020. Selama jangka waktu tersebut, Wajib Pajak tersebut masih dapat menggunakan tarif 0,5%. Namun ketika Wajib Pajak memasuki tahun ke 4 di tahun 2021, Wajib Pajak tidak dapat lagi menerapkan tarif PPh Final sesuai PP 23 Tahun 2018 dan harus membayar Angsuran PPh dengan tarif umum (PPh Pasal 25).
Lalu, apakah benar bahwa di tahun 2021 ini, Wajib Pajak UMKM tidak perlu membayar PPh Pasal 25?
Dalam SE-25/PJ/2019 huruf E (Materi) angka 3 huruf b ditegaskan,
Besarnya Angsuran PPh Pasal 25 bagi Wajib Pajak yang tidak lagi memenuhi kriteria sebagai Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2018 termasuk yang memilih untuk dikenai Pajak Penghasilan berdasarkan ketentuan umum adalah sebagai berikut:
- bagi Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (7) huruf b UU PPh dan Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu, besarnya angsuran pajak adalah sesuai dengan besarnya angsuran pajak bagi Wajib Pajak tersebut sebagaimana telah diatur dalam PMK-215;
- bagi Wajib Pajak selain Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam huruf a, besarnya angsuran pajak untuk tahun pertama adalah nihil.
Sehingga dapat disimpulkan, bahwa berdasarkan SE-25/PJ/2019, Wajib Pajak yang tidak lagi memenuhi kriteria sebagai Wajib Pajak yang dimaksud dalam PP 23 Tahun 2018 dapat membayar Angsuran PPh Pasal 25 sebesar Rp 0,- (nihil). Namun, perlu diingat bahwa Angsuran PPh Pasal 25 ini merupakan kredit pajak yang dapat mengurangi jumlah PPh Tahunan Kurang Bayar (PPh Pasal 29) di akhir tahun pajak. Apabila Wajib Pajak tidak membayar angsuran PPh Pasal 25, maka jumlah PPh Pasal 29 di akhir tahun dapat menjadi sangat besar.
Oleh sebab itu, hal ini akan kembali lagi ke manajemen pajak atau manajemen keuangan masing-masing Perusahaan, apakah Perusahaan lebih memilih untuk membayar pajak kurang bayar yang besar di akhir tahun pajak atau membayar angsuran PPh Pasal 25 setiap bulannya, sehingga pada akhir tahun pajak, Wajib Pajak dapat membayar PPh kurang bayar yang lebih kecil karena sudah diangsur sebelumnya.