workplace-business-chart-showing-financial-success-with-pen-calculator (1)

Cara Mengubah NPWP/Identitas Pembeli di Faktur Pajak

PER-3/PJ/2022 Pasal 6 ayat 6 mengatur mengenai penulisan alamat pembeli di Faktur Pajak diisi dengan alamat cabang yang menerima BKP dan/atau JKP apabila NPWP Pusatnya berada di KPP BKM (Wajib Pajak Besar, Kantor Pelayanan Pajak Jakarta Khusus, dan Kantor Pelayanan Pajak Madya). Saat ini, jika Wajib Pajak sudah terlanjur membuat Faktur Pajak dengan kolom alamat pembeli diisi menggunakan alamat NPWP Pusat sesuai dengan yang tertera pada SKPPKP, maka Wajib Pajak tersebut perlu melakukan pembetulan/penggantian Faktur Pajak tersebut.

Caranya sebagai berikut:

  1. Klik menu “Pengganti” pada Faktur Pajak yang ingin diganti;
  2. Kemudian muncul notifikasi “Anda yakin ingin mengganti faktur ini?” klik Yes lalu klik SIMPAN;
  3. Klik menu “Ubah” pada Faktur Pajak Pengganti;
  4. Klik “Lanjutkan” hingga menuju menu LAWAN TRANSAKSI;
  5. Ubah kolom “NPWP” menjadi 00.000.000.0-000.000;
  6. Kosongkan kolom “NIK/paspor”;
  7. Ubah kolom “Alamat” sesuai dengan alamat yang sesuai;
  8. Ubah kolom “NPWP” dengan memasukkan NPWP semula;
  9. Klik “Simpan” .

Selamat, alamat pada faktur pajak pengganti sudah berubah. Jadi, Wajib Pajak tidak perlu lagi melakukan pembatalan faktur pajak semula dan tidak perlu menerbitkan faktur pajak baru.

Blue location symbol pin icon sign or navigation locator map travel gps direction pointer and marker place position point design element on route graphic road mark destination background. 3D render.

Cara Mengubah Alamat di Faktur Pajak

PER-3/PJ/2022 Pasal 6 ayat 6 mengatur mengenai penulisan alamat pembeli di Faktur Pajak diisi dengan alamat cabang yang menerima BKP dan/atau JKP apabila NPWP Pusatnya berada di KPP BKM (Wajib Pajak Besar, kantor pelayanan pajak Jakarta Khusus, dan kantor pelayanan pajak madya). Saat ini, jika Wajib Pajak sudah terlanjur membuat Faktur Pajak dengan kolom alamat pembeli diisi menggunakan alamat NPWP Pusat sesuai dengan yang tertera pada SKPPKP, maka Wajib Pajak tersebut perlu melakukan pembetulan/penggantian Faktur Pajak tersebut.

Caranya sebagai berikut:

  1. Klik menu “Pengganti” pada Faktur Pajak yang ingin diganti;
  2. Kemudian muncul notifikasi “Anda yakin ingin mengganti faktur ini?” klik Yes lalu klik SIMPAN;
  3. Klik menu “Ubah” pada Faktur Pajak Pengganti;
  4. Klik “Lanjutkan” hingga menuju menu LAWAN TRANSAKSI;
  5. Ubah kolom “NPWP” menjadi 00.000.000.0-000.000;
  6. Kosongkan kolom “NIK / paspor”;
  7. Ubah kolom “Alamat” sesuai dengan alamat yang sesuai;
  8. Ubah kolom “NPWP” dengan memasukkan NPWP semula;
  9. Klik “Simpan” .

Selamat, alamat pada faktur pajak pengganti sudah berubah. Jadi, Wajib Pajak tidak perlu lagi melakukan pembatalan faktur pajak semula dan tidak perlu menerbitkan faktur pajak baru.

closeup-business-man-checking-tax-invoice-paper

Tata Cara Pembatalan Faktur Pajak

Dalam hal terjadi pembatalan transaksi penyerahan BKP dan/atau penyerahan JKP yang Faktur Pajak-nya telah diterbitkan, maka Faktur Pajak tersebut harus dibatalkan.  Berikut 7 hal yang perlu diperhatikan:

  1. Pembatalan transaksi harus didukung oleh bukti atau dokumen yang membuktikan bahwa telah terjadi pembatalan transaksi. Bukti dapat berupa pembatalan kontrak atau dokumen lain yang menunjukkan telah terjadi pembatalan transaksi.
  2. Faktur Pajak yang dibatalkan harus tetap diadministrasi (disimpan) oleh PKP Penjual yang menerbitkan Faktur Pajak tersebut.
  3. PKP Penjual yang membatalkan Faktur Pajak harus mengirimkan surat pemberitahuan dan copy dari Faktur Pajak yang dibatalkan ke KPP tempat PKP Penjual dikukuhkan dan ke KPP tempat PKP Pembeli dikukuhkan.
  4. Dalam hal PKP Penjual belum melaporkan Faktur Pajak yang dibatalkan di dalam SPT Masa PPN, maka PKP penjual harus tetap melaporkan Faktur Pajak tersebut dalam SPT Masa PPN dengan mencantumkan nilai 0 (nol) pada kolom DPP, PPN atau PPN dan PPnBM.
  5. Dalam hal PKP Penjual telah melaporkan Faktur Pajak tersebut dalam SPT Masa PPN sebagai Faktur Pajak Keluaran, maka PKP penjual harus melakukan pembetulan SPT Masa PPN Masa Pajak yang bersangkutan, dengan cara melaporkan Faktur Pajak yang dibatalkan tersebut dengan mencantumkan nilai 0 (nol) pada kolom DPP, PPN atau PPN dan PPnBM.
  6. Dalam hal PKP Pembeli telah melaporkan Faktur Pajak tersebut dalam SPT Masa PPN sebagai Faktur Pajak Masukan, maka PKP Pembeli harus melakukan pembetulan SPT Masa PPN Masa Pajak yang bersangkutan, dengan cara melaporkan Faktur Pajak yang dibatalkan tersebut dengan mencantumkan nilai 0 (nol) pada kolom DPP, PPN atau PPN dan PPnBM.
  7. Pembatalan faktur pajak dilakukan oleh pihak penerbit faktur namun saat faktur pajak telah dikreditkan oleh konsumen maka pembatalan harus dengan menunggu konfirmasi persetujuan dari konsumen, semua teknis pembatalan dilakukan menggunakan aplikasi e-faktur, dan NSFP atas faktur yang dibatalkan tidak dapat digunakan kembali.
money-gfb22406fd_1920

Mekanisme Pengkreditan Pajak Masukan

Aturan mengenai mekanisme pengkreditan Pajak Masukan secara khusus diatur di Pasal 9 UU PPN sebagai berikut:

  • Pajak Masukan dalam suatu Masa Pajak dikreditkan dengan Pajak Keluaran dalam Masa Pajak yang sama.
  • Pajak Masukan yang dikreditkan harus menggunakan Faktur Pajak yang memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) dan ayat (9) UU PPN.
  • Apabila dalam suatu Masa Pajak, Pajak Keluaran lebih besar daripada Pajak Masukan, selisihnya merupakan Pajak Pertambahan Nilai yang harus disetor oleh Pengusaha Kena Pajak.
  • Sebaliknya, apabila dalam suatu Masa Pajak, Pajak Masukan yang dapat dikreditkan lebih besar daripada Pajak Keluaran, selisihnya merupakan kelebihan pajak yang dikompensasikan ke Masa Pajak berikutnya. Atas kelebihan Pajak Masukan ini dapat diajukan permohonan pengembalian pada akhir tahun buku.

Kelebihan Pajak Masukan di atas dapat diajukan permohonan pengembalian pada setiap Masa Pajak oleh:

  • Pengusaha Kena Pajak yang melakukan ekspor BKP Berwujud;
  • Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan BKP dan/atau penyerahan JKP kepada Pemungut PPN;
  • Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan BKP dan/atau penyerahan JKP yang PPN-nya tidak dipungut;
  • Pengusaha Kena Pajak yang melakukan ekspor BKP Tidak Berwujud;
  • Pengusaha Kena Pajak yang melakukan ekspor JKP.

Pengkreditan Pajak Masukan tidak dapat diberlakukan bagi pengeluaran untuk:

  • perolehan BKP atau JKP yang tidak mempunyai hubungan langsung dengan kegiatan usaha;
  • perolehan dan pemeliharaan kendaraan bermotor berupa sedan dan station wagon, kecuali merupakan barang dagangan atau disewakan;
  • perolehan BKP atau JKP yang Faktur Pajaknya tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) atau ayat (9) UU PPN atau tidak mencantumkan nama, alamat, dan NPWP pembeli BKP atau penerima JKP;
  • pemanfaatan BKP Tidak Berwujud atau pemanfaatan JKP dari luar Daerah Pabean yang Faktur Pajaknya tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (6) UU PPN.

Pajak Masukan yang dapat dikreditkan tetapi belum dikreditkan dengan Pajak Keluaran pada Masa Pajak yang sama dapat dikreditkan pada Masa Pajak berikutnya paling lama 3 (tiga) Masa Pajak setelah berakhirnya Masa Pajak saat Faktur Pajak dibuat sepanjang belum dibebankan sebagai biaya atau belum ditambahkan (dikapitalisasi) dalam harga perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak serta memenuhi ketentuan pengkreditan.

Pajak Masukan atas perolehan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak, impor Barang Kena Pajak serta pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dan/atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean sebelum Pengusaha dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, dapat dikreditkan oleh Pengusaha Kena Pajak dengan menggunakan pedoman pengkreditan Pajak Masukan sebesar 80% (delapan puluh persen) dari Pajak Keluaran yang seharusnya dipungut.

Pajak Masukan atas perolehan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak, impor Barang Kena Pajak, serta pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dan/atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean yang tidak dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai yang diberitahukan dan/atau ditemukan pada waktu dilakukan pemeriksaan dapat dikreditkan oleh Pengusaha Kena Pajak sepanjang memenuhi ketentuan pengkreditan.

Pajak Masukan atas perolehan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak, impor Barang Kena Pajak, serta pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dan/atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean yang ditagih dengan penerbitan ketetapan pajak dapat dikreditkan oleh Pengusaha Kena Pajak sebesar jumlah pokok Pajak Pertambahan Nilai yang tercantum dalam ketetapan pajak dengan ketentuan ketetapan pajak dimaksud telah dilakukan pelunasan dan tidak dilakukan upaya hukum serta memenuhi ketentuan pengkreditan.

Prinsip pengkreditan Pajak Masukan bersifat sebagai pilihan, artinya jika atas suatu Pajak Masukan bermaksud untuk dikreditkan maka harus memenuhi syarat untuk dapat dikreditkan. Namun saat suatu Pajak Masukan telah memenuhi syarat untuk dapat dikreditkan, PKP tetap dapat memperlakukannya untuk dikreditkan ataupun tidak. Pihak yang dapat mengkreditkan adalah pihak yang identitasnya tertulis sebagai pembeli pada faktur pajak yang dimaksud. Dalam teknis pengkreditan pada aplikasi e-faktur, identitas yang dimaksud adalah digit NPWP yang dituliskan bukan nama pembeli. Hanya pihak yang NPWP-nya tertulis sebagai pembeli yang dapat melakukan pengkreditan atas faktur tersebut.

Perlu dicatat bahwa selain ketentuan mengenai Faktur Pajak Tidak Lengkap yang tidak dapat dikreditkan bagi PKP Pembeli atau Penerima JKP, ketentuan PMK Nomor 151/PMK.03/2013 juga mengatur hal sebagai berikut:

  1. Faktur Pajak yang diterbitkan oleh PKP setelah melewati jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak saat Faktur Pajak seharusnya dibuat, tidak diperlakukan sebagai Faktur Pajak.
  2. PKP yang menerbitkan Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada butir a dianggap tidak menerbitkan Faktur Pajak.
  3. PPN yang tercantum dalam Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada butir a tidak dapat dikreditkan sebagai Pajak Masukan.
woman-doing-accounting

Faktur Pajak Tidak Lengkap

Dalam Pasal 13 ayat (9) UU PPN disebutkan bahwa:  ‘Faktur Pajak harus memenuhi persyaratan formal dan material.’ Dalam memori penjelasannya secara lebih rinci dikatakan bahwa Faktur Pajak memenuhi persyaratan formal apabila diisi lengkap, jelas, dan benar sesuai dengan ketentuan (Pasal 13 ayat (5) dan (6) UU PPN). Sedangkan Faktur Pajak dikatakan telah memenuhi persyaratan material apabila keterangan yang tercantum didalamnya sesuai dengan kenyataan yang sebenarnya mengenai penyerahan BKP dan/atau penyerahan JKP, ekspor BKP Berwujud, ekspor BKP Tidak Berwujud, ekspor JKP, impor BKP, atau pemanfaatan JKP dan pemanfaatan BKP Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean.

Adapun menurut UU KUP yang mengatur masalah sanksi administrasi perpajakan, ketentuan terkait dapat temukan di Pasal 14 UU KUP. Dimana disebutkan bahwa Dirjen Pajak dapat menerbitkan Surat Tagihan Pajak (STP) apabila pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai PKP tidak mengisi faktur pajak secara lengkap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) UU PPN. Akan tetapi, sanksi di atas tidak akan dikenakan untuk Faktur Pajak yang tidak memuat keterangan terbatas mengenai:

  • Nama, alamat, dan NPWP pembeli BKP atau penerima JKP; atau
  • Nama, alamat, dan NPWP pembeli BKP atau penerima JKP, dan nama dan tandatangan yang berhak menandatangani Faktur Pajak untuk Pengusaha Kena Pajak Pedagang Eceran.

Sebutan Faktur Pajak Tidak Lengkap sendiri secara formal dapat ditemukan di PER-24/PJ/2012. Justru di PMK Nomor  84/PMK.03/2012 yang menjadi konsideran PER-24/PJ/2012 istilah tersebut tidak disinggung sama sekali. Menurut PER-24/PJ/2012, yang dimaksud Faktur Pajak Tidak Lengkap adalah Faktur Pajak yang tidak mencantumkan keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) UU PPN  dan/atau mencantumkan keterangan tidak sebenarnya atau sesungguhnya dan/atau mengisi keterangan yang tidak sesuai dengan tata cara dan prosedur yang telah diatur.

Secara jelas ketentuan dalam PER-24/PJ/2012 mengatur sebagai berikut:

  • PKP yang membuat Faktur Pajak dengan menggunakan Nomor Seri Faktur Pajak ganda atau Nomor Seri Faktur Pajak yang sama lebih dari 1 (satu) dalam tahun pajak yang sama, maka seluruh Faktur Pajak dengan Nomor Seri Faktur Pajak tersebut dianggap sebagai Faktur Pajak Tidak Lengkap.
  • PKP yang melakukan pengisian Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak yang tidak sesuai dengan tata cara dan prosedur yang telah diatur, maka Faktur Pajak yang diterbitkan merupakan Faktur Pajak Tidak Lengkap.
  • PKP yang tidak atau terlambat menyampaikan pemberitahuan kepada KPP tempat PKP dikukuhkan atau tempat pemusatan PPN terutang dilakukan, maka Faktur Pajak yang diterbitkan oleh PKP sampai dengan diterimanya pemberitahuan merupakan Faktur Pajak Tidak Lengkap.
  • PKP yang menerbitkan Faktur Pajak Tidak Lengkap dikenai sanksi administrasi sesuai dengan Pasal 14 ayat (4) UU KUP.
  • PKP Pembeli BKP atau Penerima JKP tidak dapat mengkreditkan PPN yang tercantum di dalam Faktur Pajak Tidak Lengkap sesuai dengan ketentuan Pasal 9 ayat (2b) dan ayat (8) huruf f UU PPN.

Dengan dikeluarkannya Per-31/PJ/2017, terdapat tambahan kelengkapan informasi dalam faktur pajak khususnya untuk faktur pajak yang diterbitkan kepada pembeli yang tidak memiliki NPWP, yaitu tambahan informasi NIK dan/atau nomor Paspor.

Perlu diperhatikan bahwa penerbitan faktur pajak untuk transaksi dengan konsumen yang tidak memiliki NPWP berbeda dengan transaksi yang dilakukan secara eceran.

Tiny people preparing invoice on computer isolated flat vector illustration. Cartoon accountants creating reports about VAT, payroll and paid money. Online payment and accounting concept

Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak

Format Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak terdiri dari 16 digit, yaitu:

  1. 2 (dua) digit pertama adalah Kode Transaksi;
  2. 1 (satu) digit berikutnya adalah Kode Status; dan
  3. 13 (tiga belas) digit berikutnya adalah Nomor Seri Faktur Pajak.

Format Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak secara keseluruhan menjadi sebagai berikut:

Kantor Pelayanan Pajak (KPP) tempat PKP dikukuhkan akan memberikan jatah nomor seri Faktur Pajak ke PKP sesuai dengan tata cara yang telah ditentuka arena mulai 1 April 2013 penerbitan Nomor Seri Faktur Pajak dilakukan secara otomatis melalui sistem di Ditjen Pajak. Dengan demikian, sebelum membuat Faktur Pajak para PKP harus mengajukan permintaan Nomor Seri Faktur Pajak ke KPP tempat dikukuhkannya.

Ilustrasi: jatah 30 (tiga puluh) NSFP didapatkan PKP pada tanggal 1 Februari 2018 dengan nomor 999.18.00000010 sampai 999.18.00000039. PKP hanya dapat menerbitkan faktur pajak dengan nomor yang tersedia pada range jatah NSFP tersebut dengan penggunaan nomor tanpa harus berurutan dimulai dari yang kecil. Perlu diperhatikan lebih lanjut bahwa dengan jatah NSFP tersebut tanggal faktur pajak hanya dapat dibuat untuk tanggal 1 Februari sampai 31 Desember 2018. Jika PKP sebelum memperoleh jatah NSFP telah melakukan penyerahan BKP/JKP maka faktur pajak tetap hanya bisa diterbitkan paling cepat pada tanggal 1 Februari 2018. Hal ini akan mengakibatkan keterlambatan pembuatan faktur karena tanggal faktur melebihi tanggal penyerahan. Jadi untuk menghindari risiko keterlambatan penerbitan faktur, PKP harus selalu mempunyai stok jatah NSFP sebelum melakukan penyerahan BKP/JKP.

Selain itu, ada kewajiban bagi setiap PKP untuk melaporkan Nomor Seri Faktur Pajak yang tidak digunakan dalam suatu tahun pajak (bila ada) ke KPP tempat PKP dikukuhkan bersamaan dengan penyampaian SPT Masa PPN Masa Pajak Desember tahun pajak yang bersangkutan dengan menggunakan formulir sesuai ketentuan ketentuan yang berlaku.