Creative Innovation Inspiration Light Bulb Graphic Word

6 Tips Menghadapi Pemeriksaan Pajak

Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan mengolah data, keterangan, dan/atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan profesional berdasarkan suatu standar pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang- undangan perpajakan. Pada pelaksanaannya pemeriksaan bertujuan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan Wajib Pajak, yang dibagi menjadi dua yaitu Pemeriksaan Khusus dan Pemeriksaan Rutin; Selain itu pemeriksaan dilakukan juga dengan tujuan dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perpajakan.

Pemeriksaan bisa saja terjadi pada Wajib Pajak Pribadi ataupun Perusahaan/Badan, dalam menghadapi pemeriksaan pajak berikut terdapat enam tips dalam menghadapinya, yaitu:

  1. Tindakan Preventif
    Tindakan preventif adalah melakukan tindakan-tindakan dalam rangka mencegah terjadinya pemeriksaan pajak. Tindakan yang dapat dilakukan berupa memenuhi dan menjalankan kewajiban perpajakan dengan baik, seperti pemotongan dan/atau pemungutan untuk pajak penghasilan (PPh) dan pajak pertambahan nilai (PPN) sesuai dengan peraturan yang berlaku.
  2. Persiapan Dokumen
    Wajib Pajak dapat mempersiapkan dokumen-dokumen yang sekiranya akan diperlukan dalam pemeriksaan, seperti:
  • Laporan keuangan
  • Audit report (jika ada)
  • Rekening koran perusahaan
  • Akta pendirian perusahaan
  • SPT Tahunan dan Bulanan, dan
  • Dokumen-dokumen transaksi yang terjadi selama masa/tahun terjadinya proses pemeriksaan pajak.
  • File softcopy yang diminta sesuai dengan permintaan Tim Pemeriksa Pajak Pada prosesnya Wajib Pajak yang melakukan penyerahan dokumen/data ke tim pemeriksa perlu dibuatkan tanda terima agar nanti saat pemeriksaan pajak telah selesai, Wajib Pajak dapat mengingat kembali dokumen-dokumen apa saja yang sudah diberikan ke Tim Pemeriksa Pajak di KPP.
  1. Komunikasi
    Pada proses pemeriksaan pajak, komunikasi dengan Tim Pemeriksa sangatlah penting. Komunikasi biasanya berhubungan dengan permintaan dokumen tambahan yang diperlukan oleh Tim Pemeriksa, komunikasi dapat berupa telepon, chat, email atau Wajib Pajak diminta datang ke KPP untuk memberikan penjelasan secara lisan.
  2. Pembuktian dan Argumentasi
    Setiap temuan atau pertanyaan yang diajukan oleh Tim Pemeriksa kepada Wajib Pajak harus disertai dengan bukti-bukti, berupa bukti transaksi, bukti korespondensi dengan pihak lain, atau bukti berupa Analisa yang dilakukan oleh Wajib Pajak. Setalah semua bukti terkumpul, Wajib Pajak dapat memberikan argumen yang sesuai dan disampaikan kepada Tim Pemeriksa Pajak.
  3. Pembahasan Akhir
    Setelah Wajib Pajak menyampaikan argumennya, Pihak Pemeriksa selanjutnya akan melakukan proses pembahasan akhir (closing) dimana Direktur atau kuasa akan diundang untuk membahas terkait dengan koreksi pajak saat pemeriksaan. Apabila dalam proses pembahasan akhir ditemukan persetujuan atas koreksi maka hasil koreksi yang disetujui akan dicantumkan dalam Laporan Hasil Pembahasan Akhir Pemeriksaan. Namun, apabila atas koreksi yang dilakukan oleh Tim Pemeriksa belum disetujui oleh Wajib Pajak dan koreksi tersebut tidak selesai dalam proses pemeriksaan pajak, maka setelah proses pemeriksaan selesai, Wajib Pajak dapat melakukan upaya hukum selanjutnya.
  4. Langkah Hukum Selanjutnya
    Setelah proses pemeriksaan selesai dan Wajib Pajak telah menerima Surat Ketetapan Pajak dari pihak KPP, maka upaya hukum selanjutnya yang dapat dilakukan oleh Wajib Pajak adalah melakukan proses Keberatan Pajak. Surat Keberatan Pajak dapat dibuat paling lambat 3 bulan sejak Surat Ketetapan Pajak diterima oleh Wajib Pajak dan disampaikan ke pihak KPP tempat Wajib Pajak terdaftar.

    Penjelasan diatas merupakan beberapa tips yang dapat dilakukan dalam menghadapi pemeriksaan pajak. Wajib Pajak bisa lebih memperhatikan kewajibannya sebagai wajib pajak dan melakukan hal hal yang bisa dilakukan agar mencegah ataupun mempersiapkan diri dalam menghadapi pemeriksaan tersebut.

 

 

 

 

miniature-bank-with-coins-stacks-jar-beside

Aspek Perpajakan dalam Kepemilikan Rumah

Salah satu kebutuhan primer bagi manusia adalah kepemilikan rumah atau tempat tinggal. Banyak hal yang harus dipertimbangkan pada saat memilih rumah seperti lokasi yang strategis, lingkungan yang nyaman, fasilitas umum yang lengkap, harga yang sesuai dengan anggaran keuangan serta kewajiban pajak yang timbul atas kepemilikan rumah tersebut.

Pada saat terjadinya kesepatakan antara pihak penjual rumah dengan pembeli, terdapat transaksi pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan. Proses pengalihan hak ini sejalan dengan timbulnya kewajiban perpajakan yang harus dipenuhi sebagai wajib pajak. Pajak yang timbul atas transaksi pengalihn ha katas tanah dan/atau bangunan antara lain :

  1. Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB)
    BPHTB merupakan pungutan yang dilakukan oleh pemerintah daerah dan dibebankan kepada pembeli atau penerima hal atas perolehan hak atas tanah dan atau bangunan.  Tarif BPHTB sebesar 5% dari nilai transaksi.
  2. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
    Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) merupakan pajak yang dipungut atas tanah dan bangunan karena adanya keuntungan dan/atau kedudukan bagi orang atau badan yang mempunyai suatu hak atasnya atau memperoleh manfaat dari padanya. Saat selesainya transaksi jual beli dan prosedur administrasi, maka berjalan juga kewajiban pembayaran PBB yang harus dilakukan setiap tahunnya. Untuk besaran PBB dilihat dari Nilai Jual Objek Pajak yang diatur oleh Menteri Keuangan.
  3. Pajak Penghasilan atas Pengalihan Hak atas Tanah dan Bangunan (PPh Pasal 4 ayat 2)
    Sebagian masyarakat yang menggunakan properti sebagai investasi, pada saat melepaskan hak kepemilikan atas suatu tanah dan/atau bangunan, terdapat PPh yang harus dibayarkan. PPh tersebut diatur oleh Peraturan Pemerintah yang menyebutkan bahwa atas penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan atau perjanjian pengikatan jual beli atas tanah dan/atau bangunan beserta perubahannya, terutang PPh yang bersifat final.

Tarif PPh yang dikenakan bagi penerima penghasilan atas pengalihan hak atas tanah dan bangunan dikenakan tarif sebesar 2,5% dari nilai transaksi. Terdapat prosedur berupa penelitian formal yang dilakukan oleh KPP lokasi lokasi objek tanah dan/atau bangunan berada setelah PPh tersebut disetorkan. Tidak semua transaksi pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dikenakan PPh, terdapat beberapa transaksi pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan yang dikecualikan dari pembayaran PPh antara lain:

  1. Orang pribadi yang mempunyai penghasilan di bawah Penghasilan Tidak Kena Pajak yang melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dengan jumlah bruto pengalihannya kurang dari Rp60 juta dan bukan merupakan jumlah yang dipecah-pecah;
  2. Orang pribadi dan Badan yang melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dengan cara hibah kepada badan keagamaan, pendidikan, sosial termasuk yayasan, koperasi atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan, sepanjang hibah tersebut tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan;
  3. Pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan karena waris;
  4. Badan yang melakukan pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan dalam rangka penggabungan, peleburan, atau pemekaran usaha yang telah ditetapkan Menteri Keuangan untuk menggunakan nilai buku;
  5. Orang pribadi atau badan yang melakukan pengalihan harta berupa bangunan dalam rangka melaksanakan perjanjian bangun guna serah, bangun serah guna, atau pemanfaatan barang milik negara berupa tanah dan/atau bangunan; ata
  6. Orang pribadi atau badan yang tidak termasuk subjek pajak yang melakukan pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan.