gavel-with-books-old-wooden-desk

Penafsiran dalam Hukum Pajak

Atas peraturan yang tidak dapat dimengerti secara jelas atau kurang jelas perlu cara atau upaya penafsiran (interpretasi) untuk memahaminya. Apabila suatu peraturan menimbulkan berbagai penafsiran menurut pembacanya, maka yang berwenang memutuskan penafsirannya adalah hakim, yaitu dalam hal terjadi sengketa yang diajukan ke pengadilan. Tentu saja peraturan hakim hanya mengikat pihak yang bersengketa saja (sesuai hukum perdata) dan hakim tidak mengikat umum.

Penafsiran (interpretasi) yang sering digunakan dalam lapangan hukum perdata untuk memahami peraturan, juga dapat digunakan dalam lapangan hukum publik, termasuk di dalamnya hukum pajak.

Penafsiran Historis

Penafsiran historis adalah penafsiran undang-undang dengan melihat sejarah dibuatnya undang-undang tersebut. Penafsiran ini dapat diketahui dari dokumen pada waktu proses dibuatnya undang-undang. Misalnya dokumen rapat tim penyusun, dokumen rapat pembahasan antara pemerintah dengan DPR dan dokumen surat-surat lainnya yang dibuat secara resmi. Dengan penafsiran historis dapat diketahui maksud penyusun suatu undang-undang.

Penafsiran Sosiologis

Penafsiran sosiologis adalah penafsiran atas ketentuan undang-undang yang disesuaikan dengan kehidupan masyarakat yang selalu berkembang. Karena itu perlu penyesuaian antara undang-undang dengan perkembangan kehidupan masyarakat.

Penafsiran Sistematik

Penafsiran sistematik adalah penafsiran ketentuan dengan mengaitkannya dengan ketentuan (pasal-pasal) lain dalam undang-undang tersebut atau dari undang-undang lainnya. Ketentuan yang tidak jelas dapat diketahui dengan melihat/mengaitkan dengan pasal lainnya.

Penafsiran Otentik

Penafsiran otentik adalah penafsiran ketentuan dalam undang-undang dengan melihat yang telah dijelaskan dalam undang-undang. Dalam suatu undang-undang, biasanya terdapat pasal mengenai ketentuan umum, sering disebut terminologi, untuk menjelaskan hal-hal yang dianggap perlu. Terminologi merupakan penafsiran otentik. Penjelasan suatu pasal yang dimuat dalam tambahan lembaran negara bukanlah merupakan penafsiran otentik.

Penafsiran Tata Bahasa

Penafsiran Tata Bahasa adalah penafsiran ketentuan dalam undang-undang berdasarkan bunyi kata-kata secara keseluruhan dalam kalimat-kalimat yang disusun. Penafsiran menurut tata bahasa merupakan penafsiran yang paling penting, sebab apabila kata-kata dalam kalimat suatu pasal telah jelas maksudnya, maka tidak boleh lagi dipergunakan cara penafsiran lainnya.

Penafsiran Analogis

Penafsiran analogis adalah penafsiran ketentuan dengan cara memberi kiasan pada kata-kata yang tercantum dalam undang-undang, sehingga suatu peristiwa yang sesungguhnya tidak termasuk dalam ketentuan menjadi termasuk berdasarkan analog yang dibuat. Contoh penafsiran analogis: kata “penjualan” menjadi “pemindahan ke tangan lain” (dari peraturan yang ada ditarik ke peraturan yang bersifat umum), yang selanjutnya disimpulkan juga termasuk hibah, pemasukan harta (inbreng) dan wasiat. (R. Santoso Brotodiharjo S. H. dalam bukunya Pengantar Ilmu Hukum Pajak). Penafsiran ini dalam hukum pajak tidak diperbolehkan karena akan menimbulkan ketidakpastian hukum.

Penafsiran A Contrario

Penafsiran A Contrario adalah penafsiran ketentuan undang-undang didasarkan pada perlawanan pengertian diantara masalah yang dihadapi dan masalah yang diatur dalam undang-undang. Diambil suatu kesimpulan bahwa atas masalah yang dihadapi yang tidak diatur dalam undang-undangnya berada di luar ketentuan. Penafsiran ini dalam hukum pajak juga tidak diperbolehkan karena akan menimbulkan ketidakpastian hukum.