income-tax-return-deduction-refund-concept

Pengurangan PPN/PPnBM karena Retur BKP atau Pembatalan JKP

Berdasarkan ketentuan Pasal 5A ayat (1) UU PPN, PPN atau PPnBM atas penyerahan BKP yang dikembalikan dapat dikurangkan dari PPN atau PPnBM yang terutang dalam Masa Pajak terjadinya pengembalian BKP tersebut.

Dalam hal BKP yang diserahkan ternyata dikembalikan (retur) oleh pembeli BKP, PPN dan PPnBM dari BKP yang dikembalikan tersebut mengurangi Pajak Keluaran dan PPnBM yang terutang oleh Pengusaha Kena Pajak penjual dan mengurangi:

  1. Pajak Masukan dari Pengusaha Kena Pajak pembeli, dalam hal Pajak Masukan atas BKP yang dikembalikan telah dikreditkan;
  2. biaya atau harta bagi Pengusaha Kena Pajak pembeli, dalam hal pajak atas BKP yang dikembalikan tersebut tidak dikreditkan dan telah dibebankan sebagai biaya atau telah ditambahkan (dikapitalisasi) dalam harga perolehan harta tersebut; atau
  3. biaya atau harta bagi pembeli yang bukan Pengusaha Kena Pajak dalam hal pajak atas BKP yang dikembalikan tersebut telah dibebankan sebagai biaya atau telah ditambahkan (dikapitalisasi) dalam harga perolehan harta tersebut.

Sedangkan ketentuan Pasal 5A ayat (2) UU PPN menyebutkan bahwa PPN atas penyerahan JKP yang dibatalkan, baik seluruhnya maupun sebagian, dapat dikurangkan dari PPN yang terutang dalam Masa Pajak terjadinya pembatalan tersebut. Yang dimaksud dengan “JKP yang dibatalkan” adalah pembatalan seluruhnya atau sebagian hak atau fasilitas atau kemudahan oleh pihak penerima JKP.

Dalam hal JKP yang diserahkan ternyata dibatalkan, baik sebagian maupun seluruhnya oleh penerima JKP, PPN dari JKP yang dibatalkan tersebut mengurangi Pajak Keluaran yang terutang oleh Pengusaha Kena Pajak pemberi JKP dan mengurangi:

  1. Pajak Masukan dari Pengusaha Kena Pajak penerima JKP, dalam hal Pajak Masukan atas JKP yang dibatalkan telah dikreditkan;
  2. biaya atau harta bagi Pengusaha Kena Pajak penerima JKP, dalam hal PPN atas JKP yang dibatalkan tersebut tidak dikreditkan dan telah dibebankan sebagai biaya atau telah ditambahkan (dikapitalisasi) dalam harga perolehan harta tersebut; atau
  3. biaya atau harta bagi penerima JKP yang bukan Pengusaha Kena Pajak dalam hal PPN atas JKP yang dibatalkan tersebut telah dibebankan sebagai biaya atau telah ditambahkan (dikapitalisasi) dalam harga perolehan harta tersebut.
Businesspeople working in finance and accounting Analyze financial graph budget and planning for future in office room.

PEMUSATAN TEMPAT PPN TERUTANG

  1. Prinsip Dasar PPN

Pada dasarnya UU PPN menganut prinsip desentralisasi, artinya PPN terutang di tempat tinggal atau tempat kedudukan dan tempat kegiatan usaha dilakukan atau tempat lain yang ditetapkan Dirjen Pajak (Pasal 12 ayat (1) UU PPN). Dengan kata lain, apabila Pengusaha memiliki tempat kegiatan usaha lebih dari satu (memiliki kantor cabang atau perwakilan,lokasi usaha, perwakilan, unit pemasaran dan sejenisnya) yang berada di wilayah KPP yang berbeda, maka masing-masing tempat kegiatan usaha tersebut harus dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak.

Berdasarkan ketentuan Pasal 1A ayat (1) huruf f UU PPN penyerahan BKP dari Pusat ke Cabang atau sebaliknya dan penyerahan BKP antar Cabang termasuk dalam pengertian penyerahan BKP. Namun demikian, penyerahan BKP tersebut tidak akan terutang PPN apabila Pengusaha Kena Pajak yang bersangkutan telah memperoleh ijin pemusatan tempat PPN terutang. Jadi, dalam hal Pengusaha Kena Pajakmempunyai lebih dari  satu  tempat  usaha,  baik  sebagai  pusat  maupun cabang-cabang perusahaan, dan Pengusaha Kena Pajaktersebut telah memperoleh ijin pemusatan tempat pajak terutang dari Dirjen Pajak, maka pemindahan BKP dari satu tempat usaha ke tempat usaha lainnya (pusat ke cabang atau sebaliknya, atau antar cabang) dianggap tidak termasuk dalam pengertian penyerahan BKP, kecuali pemindahan BKP antartempat pajak terutang.

Pada mulanya, pemusatan (sentralisasi) tempat terutang PPN ini hanya diberikan kepada Pengusaha Kena Pajakyang mengajukan permohonan kepada Dirjen Pajak yang secara formal dan material telah memenuhi persyaratan. Namun, dalam perjalanan selanjutnya, sejalan dengan pengembangan sistem administrasi modern di beberapa KPP, sentralisasi tempat terutang PPN ini menjadi suatu keharusan bagi Pengusaha Kena Pajakyang terdaftar di KPP-KPP tertentu, yaitu yang terdaftar di KPP WP Besar, KPP Madya dan Pengusaha Kena Pajak yang terdaftar di KPP di lingkungan Kanwil Khusus.

  1. Syarat Dan Ketentuan Pemusatan PPN

Bagi Pengusaha Kena Pajaklainnya, aturan yang menjadi rujukan formal terkait dengan sentralisasi ini adalah PER-19/PJ/2010 tentang Penetapan Satu Tempat atau Lebih Sebagai Tempat PPN Terutang. Dalam PER-19/PJ/2010 tersebut antara lain diatur sebagai berikut:

  1. Pengusaha Kena Pajak yang memiliki lebih dari satu tempat PPN terutang dapat memilih 1 (satu) tempat atau lebih sebagai tempat pemusatan PPN terutang. Dalam hal Pengusaha Kena Pajak memilih 1 (satu) tempat atau lebih sebagai tempat pemusatan PPN terutang, Pengusaha Kena Pajak dimaksud harus menyampaikan pemberitahuan secara tertulis kepada Kepala Kanwil DJP dengan tembusan kepada Kepala KPP yang wilayah kerjanya meliputi tempat-tempat PPN terutang yang akan dipusatkan.
  2. Pemberitahuan secara tertulis harus memenuhi persyaratan:
    • memuat nama, alamat, dan NPWP tempat PPN terutang yang dipilih sebagai tempat pemusatan;
    • memuat nama, alamat, dan NPWP tempat PPN terutang yang akan dipusatkan;dan
    • dilampiri surat pernyataan bahwa administrasi penjualan diselenggarakan secara terpusat pada tempat PPN terutang yang dipilih sebagai tempat pemusatan.
  1. Kepala Kanwil atas nama Dirjen Pajak dalam jangka waktu paling lama 14 hari kerja sejak diterimanya pemberitahuan menerbitkan:
    • Surat Keputusan (SK) Dirjen Pajak tentang Persetujuan Pemusatan Tempat PPN Terutang, dalam hal pemberitahuan telah memenuhi persyaratan (berlaku mulai masa pajak berikutnya setelah tanggal penerbitan SK); atau
    • Surat Pemberitahuan Penolakan Pemusatan Tempat PPN Terutang, dalam hal pemberitahuan tidak memenuhi persyaratan.
  2. Dalam hal terdapat penambahan tempat PPN terutang yang akan dipusatkan atau pengurangan tempat PPN terutang yang telah dipusatkan, Pengusaha Kena Pajak yang telah mendapatkan persetujuan pemusatan tempat PPN terutang wajib menyampaikan pemberitahuan secara tertulis kepadaKepala Kanwil DJP. Demikian pula apabilaingin memilih tempat PPN terutang yang lain sebagai tempat pemusatan yang baru, Pengusaha Kena Pajak wajib menyampaikan pemberitahuan secara tertuliskepada Kepala Kanwil DJP. Namun untuk yang terakhir ini, hanya diperkenankan setelah jangka waktu 2 tahun sejak masa pajak dimulainya pemusatan PPN terutang.
  3. Pengusaha Kena Pajak yang telah melaksanakan pemusatan PPN terutang dapat menyampaikan pemberitahuan secara tertulis tentang pencabutan pemusatan tempat PPN terutang kepada Kepala Kanwil DJP. Pemberitahuan ini harus disampaikan selambat-lambatnya 2 (dua) bulan sebelum masa pajak dimana Pengusaha Kena Pajak tidak lagi menginginkan tempat-tempat PPN terutang dipusatkan, dengan tembusan kepada Kepala KPP tempat-tempat Pengusaha Kena Pajak terdaftar yang semula dipusatkan. Kepala Kanwil atas nama Dirjen Pajak dalam jangka waktu paling lama 5 hari kerja sejak diterimanya pemberitahuan akan menerbitkan SK Dirjen Pajak tentang Pencabutan Pemusatan Tempat PPN Terutang.
  4. Pengusaha Kena Pajak yang telah melaksanakan pemusatan PPN terutang dapat memperpanjang atau tidak memperpanjang jangka waktu pemusatan tempat PPN terutang dan harus menyampaikan pemberitahuan secara tertulis kepada Kepala Kanwil DJP. Pemberitahuan ini disampaikan selambat-lambatnya 2 bulan sebelum batas waktu persetujuan pemusatan PPN terutang berakhir. Kepala Kanwil atas nama Dirjen Pajak dalam jangka waktu paling lama 14 hari sejak diterimanya pemberitahuan akan menerbitkan SK Dirjen Pajak tentang Persetujuan Pemusatan Tempat Terutang yang baru. Namun, dalam hal batas waktu paling lama 2 bulan di atas terlampaui danPengusaha Kena Pajak tidak menyampaikan pemberitahuan dimaksud,Pengusaha Kena Pajak dianggap tidak memperpanjang jangka waktu pemusatan PPN terutang.
  5. Tidak dapat dipilih sebagai tempat pemusatan PPN terutang atau tempat PPN terutang yang akan dipusatkan adalah tempat tinggal, tempat kedudukan, atau tempat kegiatan usaha Pengusaha Kena Pajak yang:
    • berada di Kawasan Berikat;
    • berada di Kawasan Ekonomi Khusus;
    • mendapatkan fasilitas Kemudahan Impor Tujuan Ekspor.
bkp

Penyerahan Barang Kena Pajak (BKP)

Barang adalah barang berwujud, yang menurut sifat atau hukumnya dapat berupa barang bergerak atau barang tidak bergerak, dan barang tidak berwujud. Sedangkan yang dimaksud Barang Kena Pajak (selanjutnya disingkat BKP) adalah barang sebagaimana dimaksud di atas yang dikenakan pajak berdasarkan UU PPN.

Sementara definisi Penyerahan BKP adalah setiap kegiatan penyerahan BKP sebagaimana dimaksud di atas.

Sebagai syarat umum, penyerahan barang yang dikenai pajak harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:

  1. barang berwujud yang diserahkan merupakan BKP;
  2. barang tidak berwujud yang diserahkan merupakan BKP Tidak Berwujud;
  3. penyerahan dilakukan di dalam Daerah Pabean; dan
  4. penyerahan dilakukan dalam rangka kegiatan usaha atau pekerjaannya.

Adapun yang termasuk dalam pengertian penyerahan BKP adalah:

  1. penyerahan hak atas BKP karena suatu perjanjian;
  2. pengalihan BKP karena suatu perjanjian sewa beli dan/atau perjanjian sewa guna usaha (leasing);
  3. penyerahan BKP kepada pedagang perantara atau melalui juru lelang;
  4. pemakaian sendiri dan/atau pemberian cuma-cuma atas BKP;
  5. BKP berupa persediaan dan/atau aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan, yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan;
  6. penyerahan BKP dari pusat ke cabang atau sebaliknya dan/atau penyerahan BKP antar cabang;
  7. penyerahan BKP secara konsinyasi; dan
  8. penyerahan BKP oleh Pengusaha Kena Pajak dalam rangka perjanjian pembiayaan yang dilakukan berdasarkan prinsip syariah, yang penyerahannya dianggap langsung dari Pengusaha Kena Pajak kepada pihak yang membutuhkan BKP.

Tidak termasuk dalam pengertian Penyerahan BKP menurut UU PPN adalah:

  1. penyerahan BKP kepada makelar sebagaimana dimaksud dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang;
  2. penyerahan BKP untuk jaminan utang-piutang;
  3. Penyerahan BKP dari pusat ke cabang atau sebaliknya dan/atau penyerahan BKP antar cabang dalam hal Pengusaha Kena Pajak melakukan pemusatan tempat pajak terutang;
  4. pengalihan BKP dalam rangka penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, dan pengambilalihan usaha dengan syarat pihak yang melakukan pengalihan dan yang menerima pengalihan adalah Pengusaha Kena Pajak; dan
  5. BKP berupa aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan, yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan, dan yang Pajak Masukan atas perolehannya tidak dapat dikreditkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (8) huruf b dan huruf c UU PPN.