SSUCv3H4sIAAAAAAACA01Ry07DQAz8FWvPEQX1liNSQUJCVMCt4uDsmtYkWUfrTdqqyr/j7QNx89jjsT0+uQaVvatPjrtu1Jwws0RXP1SOAmdJjJ2r7+fKacY8KqlxDXnMtLXqGd9ENqeSd7V7a37IZ3XWNTaGX1k9dR1GklHdXN14j6NyJNXFE0eMnv4abgLzV+VwS9Efy1ibm6gjPG+xsVK7z5T660oTB5JLiGPgErpJPHZWX5aV7TzpS3abcNixTzxRKjiQegvcJx5IAb2XMWaOW2CVnnJiD176QZSLObDnvINlgEyHDDqmZPRAAZojFJOMQukIcjkBeoNHaDC2UXKRjwEGHCjBXlILk5EkwX/372Bl1mPTEazWH+eGd7IJxorwsn6Gb0m9+Ve5fCguuupq50VLF4G8FKmpGCqtfXOe51+Aicf/6wEAAA==

Kendaraan Bermotor yang Dibebaskan dari Pengenaan PPnBM

Berikut ini merupakan kendaraan bermotor yang dibebaskan dari pengenaan PPnBM, yaitu:

  1. Kendaraan bermotor yang digunakan untuk kendaraan ambulan, kendaraan jenazah, kendaraan pemadam kebakaran, kendaraan tahanan, dan kendaraan angkutan umum;
  2. Kendaraan bermotor yang digunakan untuk tujuan protokoler kenegaraan;
  3. Kendaraan bermotor untuk pengangkutan 10 orang atau lebih termasuk pengemudi, dengan motor bakar cetus api atau nyala kompresi (diesel/semi diesel), dengan semua kapasitas isi silinder, yang digunakan untuk kendaraan dinas TNI atau POLRI;
  4. Kendaraan bermotor yang digunakan untuk keperluan patroli TNI atau POLRI.

Apabila kendaraan bermotor yang dibebaskan dari pengenaan PPnBM di atas dalam jangka waktu 5 tahun sejak impor atau perolehannya ternyata dipindahtangankan atau diubah peruntukannya sehingga tidak sesuai dengan tujuan semula, maka PPnBM yang terutang pada saat impor atau perolehannya tersebut wajib dibayar kembali dalam jangka waktu satu bulan sejak BKP tersebut dipindahtangankan atau diubah peruntukannya. Apabila dalam jangka satu bulan PPnBM yang terutang tersebut tidak atau kurang dibayar, Dirjen Pajak menerbitkan SKPKB ditambah sanksi sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

car model,calculator and coins on white table

PPnBM untuk Kendaraan Bermotor yang Ramah Lingkungan

Untuk mendorong penggunaan kendaraan bermotor yang hemat energi dan ramah lingkungan, mendukung konversi energi di bidang transportasi, serta mendukung upaya peningkatan kapasitas produksi industri kendaraan bermotor dalam negeri, Pemerintah memberikan kebijakan PPnBM berupa penetapan Dasar Pengenaan Pajak pada kelompok Barang Kena Pajak tertentu. Implementasi dari kebijakan ini tertuang dalam Pasal 3 PP No. 41 Tahun 2013 stdtd. PP Nomor 22 Tahun 2014 dimana diatur bahwa khusus terhadap kelompok kendaraan bermotor tertentu yang normalnya dikenai tarif PPnBM sebesar 10% hingga 40% dan yang dikenai tarif 75% sebagaimana tersebut di atas, penghitungan PPnBM-nya didasarkan pada penetapan Dasar Pengenaan Pajak sebagai berikut:

  1. 75% (tujuh puluh lima persen) dari Harga Jual untuk kendaraan bermotor yang menggunakan teknologi advance diesel/petrol engine, dual petrol gas engine (converter kit CNG/LGV), biofuel engine, hybrid engine, CNG/LGV dedicated engine, dengan konsumsi bahan bakar minyak mulai dari 20 kilometer per liter sampai dengan 28 kilometer per liter atau bahan bakar lain yang setara dengan itu;
  2. 50% (lima puluh persen) dari Harga Jual untuk kendaraan bermotor yang menggunakan teknologi advance diesel/petrol engine, biofuel engine, hybrid engine, CNG/LGV dedicated engine, dengan konsumsi bahan bakar minyak lebih dari 28 kilometer per liter atau bahan bakar lain yang setara dengan itu; dan
  3. 0% (nol persen) dari Harga Jual untuk kendaraan bermotor yang termasuk program mobil hemat energi dan harga terjangkau, selain sedan atau station wagon, dengan persyaratan sebagai berikut:
    • motor bakar cetus api dengan kapasitas isi silinder sampai dengan 1.200 cc dan konsumsi bahan bakar minyak paling sedikit 20 kilometer per liter atau bahan bakar lain yang setara dengan itu; atau
    • motor nyala kompresi (diesel atau semi diesel) dengan kapasitas isi silinder sampai dengan 1.500 cc dan konsumsi bahan bakar minyak paling sedikit 20 kilometer per liter atau bahan bakar lain yang setara dengan itu.
SSUCv3H4sIAAAAAAACA4VRu27DMAz8FYKz0bTo5rFAWqBT0HYLOtAy4xCVREOSnQSB/71UHkC3bnwcecfjGTvK4rA9o3g/5ZKoiEZsnxrkXoomIY/t49JgLlSmzNmwljkqPFj3kt+XbM+1ji2+TFki57x6lUjRMdr41FnjmtedS/MveMM6esblu0EaOLpTpTbuxJ7pomRrrZ9D4RRusmbpWa8hTb3UEGd15K3/XGXbiRpqdUg07sUlmTnVvOfsLMAvOgJNZW+3lRPwkUIVB91NJOzVTKgIDdqJZ9BD5AQSnQaGahIHjgUOUvbQyQCBhii7k8QBBk+2QbIhSxIHNjJqluo4zOzMbfj7hQdY2wuoM5L15hMo9vDBsb+wwfvmDXaaglnYYDlWI7G5OXrdlVdOzc6xTORXd/2G0R9777Isv5sb/Oz8AQAA

Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM)

Mekanisme PPnBM diatur dalam Pasal 5, Pasal 8 dan Pasal 10 UU PPN, yang secara garis besar adalah sebagai berikut:

  1. Atas impor dan penyerahan BKP yang tergolong mewah oleh PKP yang menghasilkan BKP yang tergolong mewah tersebut, disamping dikenakan PPN juga PPnBM.
  2. PPnBM hanya dipungut satu kali, yaitu pada waktu impor atau pada waktu penyerahan BKP yang tergolong mewah tersebut oleh pengusaha yang menghasilkannya.
  3. PPnBM tidak dapat dikreditkan baik terhadap PPN maupun PPnBM.
  4. Tarif PPnBM berdasarkan UU Nomor 8 Tahun 1983 berkisar antara 10% sampai dengan 35%; dengan UU Nomor 11 Tahun 1994 diubah setinggi-tingginya 50%; dengan UU Nomor 18 Tahun 2000 diubah lagi menjadi setinggi-tingginya 75%, dan terakhir dengan UU Nomor 42 Tahun 2009 diubah menjadi paling tinggi 200%.
  5. Atas ekspor BKP yang tergolong mewah dikenakan PPnBM dengan tarif 0%. Oleh karena itu PKP yang mengekspor BKP yang tergolong Mewah dapat meminta kembali PPnBM yang telah dibayar pada waktu perolehan BKP yang tergolong mewah yang diekspor tersebut.
  6. Penyerahan BKPyang tergolong mewah oleh PKPyang menghasilkannya dari pusat ke cabang (dan sebaliknya) atau antar cabang belum terutang PPnBM, PPnBM baru terutang jika BKPyang tergolong mewahtersebut diserahkan kepada pihak lain. (PER-8/PJ/2010)

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa PPnBM memiliki karakteristik sebagai berikut:

  1. PPnBM merupakan pungutan tambahan di samping PPN.
  2. PPnBM hanya dikenakan satu kali yaitu pada saat impor atau pada saat penyerahan BKP yang tergolong mewah oleh PKP pengusaha yang menghasilkannya.
  3. PPnBM tidak dapat dikreditkan dengan PPN atau PPnBM, sehingga diperlakukan sebagai biaya.
  4. Dalam hal BKP tergolong mewah diekspor, PPnBM yang dibayar pada saat perolehannya dapat diminta kembali/direstitusi.

Dalam memori penjelasan Pasal 5 UU PPN ditegaskan bahwa tujuan mengenakan PPnBM disamping PPN adalah:

  1. Untuk memperoleh keseimbangan pembebanan pajak antara konsumen yang berpenghasilan rendah dengan konsumen yang berpenghasilan tinggi;
  2. Untuk mengendalikan pola konsumsi BKP yang tergolong mewah;
  3. Melindungi produsen kecil atau tradisional;
  4. Untuk mengamankan penerimaan Negara.