3613700

Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha dalam Transfer Pricing

Pada analisis Transfer Pricing Perusahaan harus memperhatikan prinsip kewajaran dan kelaziman usaha (PKKU). Hal yang dibandingkan dalam suatu prinsip kewajaran dan kelaziman usaha adalah kondisi dan indikator harga transaksi yang dipengaruhi hubungan istimewa dengan kondisi dan indikator harga transaksi independen. Antara harga transaksi yang dipengaruhi oleh hubungan istimewa dengan harga transaksi independent harus dalam kondisi yang sebanding. Apa yang dimaksud dengan Sebanding? Menurut PKKU atau dikenal dengan istilah Arm’s Length Principle (ALP), dalam kondisi yang sama atau sebanding, harga atau laba transaksi yang dilakukan oleh pihak – pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa harus sama dengan atau berada dalam rentang harga atau laba dalam transaksi yang dilakukan antara pihak-pihak independen atau pihak yang tidak memiliki hubungan istimewa.

Penerapan PKKU wajib dilakukan oleh Wajib Pajak dalam hal pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban di bidang perpajakan terkait transaksi yang dipengaruhi Hubungan Istimewa. Dalam PER-43/PJ/2010 stdtd PER-32/PJ/2011 Penerapan PKKU wajib dilakukan:

  1. Berdasarkan keadaan yang sebenarnya
  2. Pada saat penentuan Harga Transfer dan/atau saat terjadinya transaksi yang dipengaruhi Hubungan Istimewa
  3. Sesuai dengan tahapan penerapan Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha

Direktur Jenderal Pajak berwenang untuk menentukan Harga Transfer sesuai dengan PKKU dalam hal Wajib Pajak :

  1. Tidak menerapkan PKKU
  2. Menerapkan PKKU namun tidak sesuai dengan ketentuan
  3. Harga Transfer yang ditentukan Wajib Pajak tidak memenuhi PKKU

Dalam PER-43/PJ/2010 stdtd PER-32/PJ/2011 pasal 3 ayat 2, PKKU dapat dilakukan dengan langkah – langkah sebagai berikut:

  1. Melakukan Analisis Kesebandingan dan menentukan pembanding;
  2. Menentukan metode Penentuan Harga Transfer yang tepat;
  3. Menerapkan PKKU berdasarkan hasil Analisis Kesebandingan dan metode Penentuan Harga Transfer yang tepat pada transaksi yang dilakukan oleh Wajib Pajak dengan pihak yang memiliki Hubungan Istimewa; dan
  4. Mendokumentasi setiap langkah dalam menentukan Harga Wajar atau Laba Wajar berdasarkan ketentuan perundang – undangan perpajakan yang berlaku.

Dalam PER-32/PJ/2011 Pasal 3 ayat 3 dijelaskan bahwa PKKU (Arms Length Principle) mendasarkan bahwa harga atau laba atas transaksi yang dilakukan oleh pihak independen atau pihak yang tidak memiliki Hubungan Istimewa ditentukan oleh kekuatan pasar, sehingga transaksi tersebut mencerminkan harga pasar yang wajar (Fair Market Value / FMV). Tujuan akhir dari PKKU adalah penetapan harga transaksi afiliasi, meskipun pembanding harga transaksi dilakukan pada tingkatan indikator selain harga, yaitu laba kotor atau laba bersih operasi.

Kewajiban Melaporkan Usaha-edit

Kewajiban Melaporkan Usaha

Setiap Wajib Pajak sebagai Pengusaha yang dikenai pajak berdasarkan UU PPN, wajib melaporkan usahanya pada kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan Pengusaha, dan tempat kegiatan usaha dilakukan untuk dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak. Pengusaha adalah orang pribadi atau badan dalam bentuk apa pun yang dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya menghasilkan barang, mengimpor barang, mengekspor barang, melakukan usaha perdagangan, memanfaatkan barang tidak berwujud dari luar daerah pabean, melakukan usaha jasa, atau memanfaatkan jasa dari luar daerah pabean. Pengusaha Kena Pajak (PKP) adalah Pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 dan perubahannya.

Pengusaha orang pribadi berkewajiban melaporkan usahanya pada kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal Pengusaha dan tempat kegiatan usaha dilakukan, sedangkan bagi Pengusaha badan berkewajiban melaporkan usahanya tersebut pada kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat kedudukan Pengusaha dan tempat kegiatan usaha dilakukan.

Dengan demikian, Pengusaha orang pribadi atau badan yang mempunyai tempat kegiatan usaha di wilayah beberapa kantor Direktorat Jenderal Pajak wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP baik di kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan Pengusaha maupun di kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat kegiatan usaha dilakukan.

Fungsi pengukuhan PKP digunakan untuk mengetahui identitas PKP yang sebenarnya juga berguna untuk melaksanakan hak dan kewajiban di bidang PPN dan PPnBM, serta untuk pengawasan administrasi perpajakan. Terhadap Pengusaha yang telah memenuhi syarat sebagai PKP tetapi tidak melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP, akan dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

Pada prinsipnya setiap Wajib Pajak sebagai pengusaha yang melakukan penyerahan yang dikenai PPN berdasarkan Undang-Undang PPN (kecuali pengusaha kecil), wajib melaporkan usahanya pada KPP yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan dan/atau tempat kegiatan usaha untuk dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak. Dalam PMK No. 68/PMK.03/2010 tentang Batasan Pengusaha Kecil Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana telah diubah dengan PMK No. 197/PMK.03/2013, diatur bahwa pengusaha yang selama satu tahun buku melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak dengan jumlah peredaran bruto dan/atau penerimaan bruto tidak lebih dari Rp 4.800.000.000 tidak wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP dan tidak wajib memungut, menyetor, dan melaporkan PPN/PPnBM yang terutang atas penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang dilakukannya.

Pengusaha wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP apabila sampai dengan suatu bulan dalam tahun buku jumlah peredaran bruto dan/atau penerimaan brutonya melebihi Rp 4.800.000.000. Kewajiban melaporkan usaha untuk dikukuhkan sebagai PKP tersebut dilakukan paling lama akhir bulan berikutnya setelah bulan saat jumlah peredaran bruto dan/atau penerimaan brutonya melebihi Rp 4.800.000.000.

Dalam PMK No. 182/PMK.03/2015diatur bahwa terhadap WP yang tidak melaksanakan kewajiban melaporkan usaha untuk dikukuhkan sebagai PKP dalam jangka waktu tersebut di atas, dapat dikukuhkan sebagai PKP secara jabatan.