hands form calculator money tax payment vector illustration

Tax Refund – WP Risiko Rendah (Pasal 9 Ayat 4c)

PKP Berisiko Rendah merupakan PKP yang melakukan kegiatan tertentu dan ditetapkan sebagai PKP Berisiko Rendah yang dapat diberikan Pengembalian Pendahuluan atas kelebihan pembayaran PPN pada setiap Masa Pajak.

PKP yang dimaksud meliputi:

  1. Perusahaan yang sahamnya diperdagangkan di bursa efek di Indonesia;
  2. BUMN dan BUMD sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai BUMN dan BUMD;
  3. PKP yang telah ditetapkan sebagai Mitra Utama Kepabeanan sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur mengenai Mitra Utama Kepabeanan;
  4. PKP yang telah ditetapkan sebagai Operator Ekonomi Bersertifikat (Authorized Economic Operator)sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur mengenai Operator Ekonomi Bersertifikat (Authorized Economic Operator);
  5. Pabrikan atau produsen selain Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam huruf a sampai dengan huruf d, yang memiliki tempat untuk melakukan kegiatan produksi; atau
  6. PKP yang memenuhi persyaratan tertentu yaitu PKP yang menyampaikan SPT Masa PPN lebih bayar restitusi dengan jumlah lebih bayar paling banyak Rp 1.000.000.000 rupiah.
  7. Pedagang Besar Farmasi yang memiliki:
    • Sertifikat Distribusi Farmasi atau Izin Pedagang Besar Farmasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai pedagang besar farmasi; dan
    • Sertifikat Cara Distribusi Obat yang Baik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-­undangan yang mengatur mengenai cara distribusi obat yang baik;
  8. Distributor Alat Kesehatan yang memiliki:
    • Sertifikat Distribusi Alat Kesehatan atau Izin Penyalur Alat Kesehatan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai penyalur alat kesehatan; dan
    • Sertifikat Cara Distribusi Alat Kesehatan yang Baik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai cara distribusi alat kesehatan yang baik; atau
  9. Perusahaan yang dimiliki secara langsung oleh BUMN dengan kepemilikan saham lebih dari 50% yang laporan keuangannya dikonsolidasikan dengan laporan keuangan BUMN induk sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum

Kegiatan tertentu pengusaha meliputi:

  1. ekspor BKP Berwujud;
  2. penyerahan BKP dan/atau penyerahan JKP kepada Pemungut PPN;
  3. penyerahan BKP dan/atau penyerahan JKP yang PPN nya tidak dipungut;
  4. ekspor BKP Tidak Berwujud; dan/atau
  5. ekspor JKP

PERSYARATAN

Untuk dapat ditetapkan sebagai PKP Berisiko Rendah, persyaratan yang harus dipenuhi adalah

  1. Selain PKP yang memenuhi persyaratan tertentu yaitu PKP yang menyampaikan SPT Masa PPN lebih bayar restitusi dengan jumlah lebih bayar paling banyak Rp 1.000.000.000 rupiah;
  2. PKP telah menyampaikan SPT Masa PPN selama 12 bulan terakhir;
  3. PKP tidak sedang dilakukan pemeriksaan bukti permulaan dan/atau penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan; dan
  4. PKP tidak pernah dipidana karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dalam jangka waktu 5 tahun terakhir.

PENGAJUAN PERMOHONAN

Untuk dapat ditetapkan sebagai PKP Berisiko Rendah, PKP mengajukan permohonan ke KPP tempat PKP dikukuhkan. Permohonan tersebut harus dilampiri dengan kelengkapan dokumen sebagai berikut:

  1. untuk PKP Mitra Utama Kepabeanan, dilampiri surat penetapan sebagai Mitra Utama Kepabeanan;
  2. untuk PKP Operator Ekonomi Bersertifikat (Authorized Economic Operator), dilampiri surat penetapan sebagai Operator Ekonomi Bersertifikat (Authorized Economic Operator);
  3. untuk pabrikan atau produsen, dilampiri surat pernyataan mengenai keberadaan tempat untuk melakukan kegiatan produksi;
  4. untuk Pedagang Besar Farmasi, dilampiri Sertifikat Distribusi Farmasi atau Izin Pedagang Besar Farmasi, dan Sertifikat Cara Distribusi Obat yang Baik;
  5. untuk Distributor Alat Kesehatan, dilampiri Sertifikat Distribusi Alat Kesehatan atau Izin Penyalur Alat Kesehatan, dan Sertifikat Cara Distribusi Alat Kesehatan yang Baik
  6. untuk perusahaan yang dimiliki secara langsung oleh BUMN, dilampiri Laporan Keuangan Konsolidasi BUMN induk yang telah diaudit oleh auditor independen untuk tahun pajak terakhir sebelum permohonan diajukan.

Keputusan atas permohonan diberikan paling lama 15 hari kerja sejak permohonan diterima secara lengkap. Apabila sampai dengan jangka waktu yang ditetapkan berakhir, DJP tidak memberikan keputusan, berlaku ketentuan sebagai berikut:

  1. permohonan WP dianggap dikabulkan; dan
  2. DJP harus menerbitkan keputusan penetapan sebagai PKP Berisiko Rendah.

Terhadap PKP yang memenuhi ketentuan WP Persyaratan Tertentu yaitu PKP yang menyampaikan SPT Masa PPN lebih bayar restitusi dengan jumlah lebih bayar paling banyak Rp 1.000.000.000 rupiah, diperlakukan sebagai PKP Risiko Rendah sepanjang memenuhi persyaratan:

  1. Pengusaha Kena Pajak tidak sedang dilakukan pemeriksaan bukti permulaan dan/atau penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan; dan
  2. Pengusaha Kena Pajak tidak pernah dipidana karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dalam jangka waktu 5 tahun terakhir

Oleh karena itu, PKP yang dimaksud tidak perlu menyampaikan permohonan penetapan sebagai PKP Risiko Rendah dan Direktur Jenderal Pajak tidak menerbitkan keputusan penetapan secara jabatan sebagai Pengusaha Kena Pajak Berisiko Rendah.

PENCABUTAN PENETAPAN

Keputusan penetapan PKP Berisiko Rendah mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan sampai dengan dilakukan pencabutan penetapan oleh DJP. Pencabutan keputusan penetapan PKP Berisiko Rendah dilakukan dalam hal PKP:

  1. dilakukan pemeriksaan bukti permulaan dan/atau penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan;
  2. dipidana karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap; atau
  3. tidak lagi memenuhi ketentuan.

PKP yang telah dicabut penetapannya sebagai PKP Berisiko Rendah dapat mengajukan kembali permohonan penetapan.

Berdasarkan permohonan Pengembalian Pendahuluan, DJP terlebih dahulu melakukan penelitian kewajiban formal Pengembalian Pendahuluan, yaitu meliputi:

  1. penetapan PKP Berisiko Rendah masih berlaku, kecuali PKP yang memenuhi Persyaratan Tertentu;
  2. PKP tidak sedang dilakukan pemeriksaan bukti permulaan dan/atau penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan; dan
  3. Pengusaha Kena Pajak tidak dipidana karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dalam jangka waktu 5 tahun terakhir.

Dalam hal PKP Berisiko Rendah memenuhi ketentuan, DJP menindaklanjuti dengan melakukan penelitian terhadap:

  1. pemenuhan kegiatan tertentu ekspor BKP/penyerahan BKP dan/atau penyerahan JKP kepada Pemungut PPN/Penyerahan BKP dan/atau penyerahan JKP yang Pajak Pertambahan Nilainya tidak dipungut/ ekspor BKP Tidak Berwujud dan/atau ekspor JKP dilakukan untuk memastikan PKP melakukan kegiatan tersebut pada Masa Pajak yang diajukan permohonan Pengembalian Pendahuluan.
  2. kebenaran penulisan dan penghitungan pajak dilakukan dengan memastikan kebenaran penjumlahan, pengurangan, perkalian, dan/atau pembagian suatu bilangan dalam penghitungan pajak.;
  3. Pajak Masukan yang dikreditkan oleh PKP Berisiko Rendah telah dilaporkan dalam SPT Masa PPN oleh PKP yang membuat Faktur Pajak. Pajak Masukan yang tidak sesuai maka tidak diperhitungkan sebagai bagian dari kelebihan pembayaran pajak; dan
  4. Pajak Masukan yang dibayar sendiri oleh Pengusaha Kena Pajak Berisiko Rendah telah divalidasi dengan NTPN

SKPPKP diterbitkan paling lama 1 bulan sejak permohonan diterima. Apabila jangka waktu tersebut terlampaui dan DJP tidak menerbitkan SKPPKP atau pemberitahuan maka permohonan PKP dianggap dikabulkan dan DJP menerbitkan SKPPKP setelah jangka waktu berakhir.

Apabila kelebihan pembayaran pajak pada SKPPKP tidak sama dengan jumlah dalam permohonan Pengembalian Pendahuluan, PKP Berisiko Rendah dapat mengajukan kembali permohonan Pengembalian Pendahuluan atas selisih kelebihan pembayaran pajak yang belum dikembalikan melalui surat tersendiri. Dalam hal PKP Berisiko Rendah tidak meminta pengembalian atas selisih kelebihan pembayaran pajak yang belum dikembalikan, PKP Berisiko Rendah dapat melakukan pembetulan SPT Masa PPN pada Masa Pajak yang diajukan permohonan Pengembalian Pendahuluan.

KETENTUAN PENTING

Dalam hal WP Kriteria Tertentu dan/atau WP Persyaratan Tertentu juga ditetapkan sebagai PKP Berisiko Rendah, tata cara Pengembalian Pendahuluan PPN dilakukan berdasarkan hasil pemeriksaan diterbitkan SKPKB (Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar), berlaku ketentuan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% per bulan paling lama 24 bulan, dihitung sejak saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak, bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak sampai dengan diterbitkannya SKPKB.

Dalam hal WP Kritera Tertentu, WP Persyaratan Tertentu, atau PKP Berisiko Rendah menyampaikan SPT yang menyatakan lebih bayar dan SPT tersebut:

  • tidak disertai permohonan Pengembalian Pendahuluan; dan
  • tidak disertai permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak berdasarkan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17B Undang-Undang KUP,
  • SPT tersebut ditindaklanjuti berdasarkan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) Undang-Undang KUP.

Dalam hal WP Kritera Tertentu, WP Persyaratan Tertentu, atau PKP Berisiko Rendah menyampaikan SPT yang menyatakan lebih bayar dan mengajukan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17B Undang-Undang KUP, SPT tersebut ditindaklanjuti berdasarkan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17B Undang-Undang KUP.

Dalam hal berdasarkan hasil penelitian terhadap permohonan Pengembalian Pendahuluan tidak diterbitkan SKPPKP, terhadap permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak ditindaklanjuti berdasarkan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17B Undang-Undang KUP.

Direktur Jenderal Pajak dapat melakukan pemeriksaan terhadap WP Kriteria Tertentu, WP Persyaratan Tertentu, atau PKP Berisiko Rendah yang telah memperoleh Pengembalian Pendahuluan dan menerbitkan surat ketetapan pajak berdasarkan hasil pemeriksaan tersebut. Pemeriksaan dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan yang mengatur mengenai pemeriksaan.

Contoh restitusi PKP Risiko Rendah

Januari Februari Maret
Pajak Keluaran 75 80 60
Pajak Masukan 100 110 90
Kompensasi Kelebihan Masa Pajak Sebelumnya 0 25 40
Kurang bayar/Lebih Bayar -25 -55 -70
Perlakuan atas Lebih Bayar      
Dikompensasi ke Masa Berikutnya 25 55  
Direstitusi     70

 

Sebagaimana ketentuan dalam restitusi pendahuluan, PKP tidak diperkenakan meminta restitusi atas kelebihan yang berjumlah 70 tersebut. Dengan kata lain, jumlah kelebihan yang boleh dimintakan restitusi pendahuluan hanya sebesar 30 (PM 90 – PK 60), yaitu jumlah kelebihan murni dari perhitungan pajak keluaran dan pajak masukan pada SPT Masa PPN Maret. Sementara itu, Lebih bayar PPN yang berasal dari Masa Pajak Januari dan Februari dapat dikompensasikan ke masa pajak setelah Maret. Akibatnya, sebelum mengajukan restitusi pendahuluan, PKP harus melakukan pembetulan terhadap SPT PPN Masa Maret terlebih dahulu.

Tabel Ketentuan Restitusi

Dasar hukum:

PMK 39/PMK.03/2018

SE – 10/PJ/2018

5703647

Tax Refund – Wajib Pajak Persyaratan Tertentu (Pasal 17D)

WP PERSYARATAN TERTENTU (PASAL 17D)

Wajib Pajak Persyaratan Tertentu adalah Wajib Pajak yang memenuhi persyaratan tertentu yang dapat diberikan Pengembalian Pendahuluan terhadap kelebihan pembayaran Pajak Penghasilan maupun Pajak Pertambahan Nilai.

Wajib Pajak tersebut meliputi:

  1. WP OP yang tidak menjalankan usaha atau pekerjaan bebas yang menyampaikan SPT Tahunan Pajak Penghasilan lebih bayar restitusi;
  2. WP OP yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas yang menyampaikan SPT Tahunan Pajak Penghasilan lebih bayar restitusi dengan jumlah lebih bayar paling banyak Rp100.000.000;
  3. WP Badan yang menyampaikan SPT Tahunan Pajak Penghasilan lebih bayar restitusi dengan jumlah lebih bayar paling banyak Rp1.000.000.000; atau
  4. PKP yang menyampaikan SPT Masa PPN lebih bayar restitusi dengan jumlah lebih bayar paling banyak Rp1.000.000.000.

WP dapat mengajukan permohonan dengan cara mengisi kolom Pengembalian Pendahuluan dalam SPT.

Berdasarkan permohonan WP, Direktur Jenderal Pajak melakukan penelitian terhadap:

  1. kebenaran penulisan dan penghitungan pajak dilakukan dengan memastikan kebenaran penjumlahan, pengurangan, perkalian, dan/atau pembagian suatu bilangan dalam penghitungan pajak;
  2. bukti pemotongan atau bukti pemungutan Pajak Penghasilan yang dikreditkan WP pemohon dilakukan penelitian dengan cara memastikan bukti pemotongan atau bukti pemungutan Pajak Penghasilan telah dilaporkan dalam SPT Wajib Pajak pemohon dan SPT pemotong atau pemungut pajak. Penghitungan kelebihan pembayaran pajak memperhatikan ketentuan sebagai berikut:
    • bukti pemotongan atau bukti pemungutan Pajak Penghasilan yang dilaporkan dalam SPT pemotong atau pemungut pajak dan tidak dikreditkan dalam SPT WP pemohon, tidak diperhitungkan sebagai bagian dari kelebihan pembayaran pajak; dan/atau
    • bukti pemotongan atau bukti pemungutan Pajak Penghasilan yang dikreditkan dalam SPT WP pemohon dan belum dilaporkan dalam SPT WP pemotong atau pemungut, tidak diperhitungkan sebagai bagian dari kelebihan pembayaran pajak; dan
  1. Pajak Masukan yang dikreditkan dan/atau dibayar sendiri oleh WP pemohon dilakukan penelitian dengan cara memastikan:
    • Pajak Masukan yang dikreditkan oleh WP Persyaratan Tertentu telah dilaporkan dalam SPT Masa PPN PKP yang membuat Faktur Pajak; dan/atau
    • Pajak Masukan yang dibayar sendiri oleh WP Persyaratan Tertentu telah divalidasi dengan NTPN

Penghitungan kelebihan pembayaran pajak dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:

  1. Faktur Pajak yang dikreditkan WP pemohon dan tidak dilaporkan dalam SPT Masa PPN PKP yang membuat Faktur Pajak, tidak diperhitungkan sebagai bagian dari kelebihan pembayaran pajak; dan/atau
  2. Faktur Pajak yang dilaporkan dalam SPT Masa PPN PKP yang membuat Faktur Pajak dan tidak dikreditkan WP pemohon, tidak diperhitungkan sebagai bagian dari kelebihan pembayaran pajak.

Berdasarkan hasil penelitian, Direktur Jenderal Pajak:

    • menerbitkan SKPPKP, dalam hal hasil penelitian menunjukkan terdapat kelebihan pembayaran pajak; atau
    • tidak menerbitkan SKPPKP dan memberitahukan kepada Wajib Pajak, dalam hal hasil penelitian menunjukkan tidak terdapat kelebihan pembayaran pajak.

SKPPKP diterbitkan paling lama:

    • 15 hari kerja untuk permohonan Pengembalian Pendahuluan Pajak Penghasilan OP;
    • 1 bulan untuk permohonan Pengembalian Pendahuluan Pajak Penghasilan Badan; atau
    • 1 bulan untuk permohonan Pengembalian Pendahuluan PPN, sejak permohonan diterima

Apabila jangka waktu tersebut terlampaui dan DJP tidak menerbitkan SKPPKP atau pemberitahuan, permohonan WP dianggap dikabulkan dan DJP menerbitkan SKPPKP setelah jangka waktu berakhir.

Dalam hal jumlah kelebihan pembayaran pajak pada SKPPKP tidak sama dengan jumlah dalam permohonan Pengembalian Pendahuluan, WP Persyaratan Tertentu dapat mengajukan kembali permohonan Pengembalian Pendahuluan atas selisih kelebihan pembayaran pajak yang belum dikembalikan melalui surat tersendiri. Dalam hal WP Persyaratan Tertentu tidak meminta pengembalian atas selisih kelebihan pembayaran pajak yang belum dikembalikan, WP dapat melakukan pembetulan SPT yang diajukan permohonan Pengembalian Pendahuluan.

Tax paperwork. Income statement document. Money transaction process. Bookkeeping consultation. Accounting process, invoice payment, financial analysis. Vector isolated concept metaphor illustration

Tax Refund – Wajib Pajak Kriteria Tertentu (Pasal 17C KUP)

WP KRITERIA TERTENTU (PASAL 17C)

Persyaratan:

  1. Tepat waktu dalam menyampaikan SPT antara lain:
    • WP menyampaikan SPT Tahunan 3 Tahun Pajak terakhir dengan tepat waktu;
    • WP menyampaikan SPT Masa atas Masa Pajak Januari sampai dengan November dalam Tahun Pajak terakhir; dan
    • dalam hal terdapat keterlambatan penyampaian SPT Masa tidak lebih dari 3 Masa Pajak untuk setiap jenis pajak serta tidak berturut-turut dan tidak lewat dari batas waktu penyampaian SPT Masa pada Masa Pajak berikutnya.
  2. Tidak mempunyai tunggakan pajak untuk semua jenis pajak, kecuali tunggakan pajak yang telah memperoleh izin mengangsur/menunda pembayaran pajak
  3. Laporan keuangan diaudit oleh Akuntan Publik dengan opini Wajar Tanpa Pengecualian selama 3 tahun berturut-turut
  4. Tidak pernah dipidana karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan berdasarkan Putusan Pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dalam jangka waktu 5 tahun terakhir

Tata cara pengajuan:

  1. mengajukan permohonan paling lambat tanggal 10 Januari ke KPP tempat WP dengan status pusat
  2. dilampiri rekapitulasi nomor dan tanggal bukti penerimaan SPT Masa untuk masa pajak Januari sampai dengan November tahun terakhir untuk setiap jenis pajak;
  3. dilampiri rekapitulasi nomor dan tanggal bukti penerimaan SPT Tahunan selama 3 tahun pajak terakhir yang wajib disampaikan sampai dengan akhir tahun sebelum tahun penetapan sebagai WP Dengan Kriteria Tertentu

DJP melakukan penelitian atas pemenuhan kriteria WP Kriteria Tertentu dan menerbitkan:

  1. keputusan penetapan WP Kriteria Tertentu, dalam hal WP memenuhi kriteria; atau
  2. pemberitahuan kepada WP mengenai penolakan permohonan, dalam hal WP tidak memenuhi kriteria

Penerbitan keputusan penetapan WP Kriteria Tertentu dilakukan paling lama satu bulan setelah diterimanya permohonan penetapan. Apabila sampai dengan batas waktu DJP tidak memberikan keputusan atau pemberitahuan, maka permohonan WP dianggap dikabulkan dan DJP menerbitkan keputusan penetapan WP Kriteria Tertentu. Namun berdasarkan data dan/atau informasi perpajakan yang dimiliki atau diperoleh, DJP dapat menetapkan WP sebagai WP Kriteria Tertentu secara jabatan dengan menerbitkan keputusan penetapan WP Kriteria Tertentu.

PENCABUTAN PENETAPAN WAJIB PAJAK KRITERIA TERTENTU

Keputusan penetapan WP Kriteria Tertentu mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan sampai dengan dilakukan pencabutan penetapan oleh DJP. WP yang telah ditetapkan sebagai WP Dengan Kriteria Tertentu dicabut penetapannya dalam hal WP:

  1. terlambat menyampaikan SPT Tahunan; atau
  2. terlambat menyampaikan SPT Masa atas suatu jenis pajak dalam 2 Masa Pajak berturut-turut; atau
  3. terlambat menyampaikan SPT Masa atas suatu jenis pajak untuk 3 Masa Pajak dalam 1 tahun kalender; atau
  4. dilakukan pemeriksaan bukti permulaan secara terbuka atau tindakan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan.

DJP menerbitkan keputusan mengenai pencabutan penetapan WP Kriteria Tertentu dan memberitahukan keputusan pencabutan dimaksud kepada WP. WP yang telah dicabut penetapannya sebagai WP Kriteria Tertentu dapat mengajukan kembali permohonan penetapan.

Direktur Jenderal Pajak melakukan penelitian terhadap:

  1. kebenaran penulisan dan penghitungan pajak dilakukan dengan memastikan kebenaran penjumlahan, pengurangan, perkalian, dan/atau pembagian suatu bilangan dalam penghitungan pajak;
  2. bukti pemotongan atau bukti pemungutan Pajak Penghasilan yang dikreditkan WP pemohon dengan cara memastikan bukti pemotongan atau bukti pemungutan Pajak Penghasilan telah dilaporkan dalam SPT WP pemohon dan SPT pemotong atau pemungut pajak. Penghitungan kelebihan pembayaran pajak dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
  3. bukti pemotongan atau bukti pemungutan Pajak Penghasilan yang dilaporkan dalam SPT pemotong atau pemungut pajak dan tidak dikreditkan dalam SPT WP pemohon, tidak diperhitungkan sebagai bagian dari kelebihan pembayaran pajak; dan/atau
  4. bukti pemotongan atau bukti pemungutan Pajak Penghasilan yang dikreditkan dalam SPT Wajib Pajak pemohon dan belum dilaporkan dalam SPT WP pemotong atau pemungut, tidak diperhitungkan sebagai bagian dari kelebihan pembayaran pajak; dan
  5. Pajak Masukan yang dikreditkan dan/atau dibayar sendiri oleh WP pemohon dengan cara memastikan:
  6. Pajak Masukan yang dikreditkan oleh WP Kriteria Tertentu telah dilaporkan dalam SPT Masa PPN PKP yang membuat Faktur Pajak; dan/atau
  7. Pajak Masukan yang dibayar sendiri oleh WP Kriteria Tertentu telah divalidasi dengan NTPN

Penghitungan kelebihan pembayaran pajak dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:

  1. Faktur Pajak yang dikreditkan WP pemohon dan tidak dilaporkan dalam SPT Masa PPN PKP yang membuat Faktur Pajak, tidak diperhitungkan sebagai bagian dari kelebihan pembayaran pajak; dan/atau
  2. Faktur Pajak yang dilaporkan dalam SPT Masa PPN PKP yang membuat Faktur Pajak dan tidak dikreditkan WP pemohon, tidak diperhitungkan sebagai bagian dari kelebihan pembayaran pajak

DJP tidak menerbitkan SKPPKP (Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak) dalam hal hasil penelitian kewajiban formal menunjukkan bahwa WP tidak, dapat diberikan Pengembalian Pendahuluan atau hasil penelitian menunjukkan tidak terdapat kelebihan pembayaran pajak. SKPPKP diterbitkan paling lama:

  1. 3 bulan untuk Pajak Penghasilan; atau
  2. 1 bulan untuk Pajak Pertambahan Nilai sejak permohonan diterima

Apabila jangka waktu tersebut terlampaui dan DJP tidak menerbitkan SKPPKP maka permohonan WP dianggap dikabulkan dan DJP menerbitkan SKPPKP setelah jangka waktu berakhir.

Dalam hal jumlah kelebihan pembayaran pajak pada SKPPKP tidak sama dengan jumlah dalam permohonan Pengembalian Pendahuluan, WP Kriteria Tertentu dapat mengajukan kembali permohonan Pengembalian Pendahuluan atas selisih kelebihan pembayaran pajak yang belum dikembalikan melalui surat tersendiri. Apabila WP Kriteria Tertentu tidak meminta pengembalian atas selisih kelebihan pembayaran pajak yang belum dikembalikan maka WP Kriteria Tertentu dapat melakukan pembetulan SPT yang diajukan permohonan Pengembalian Pendahuluan.

Financial obligation document. Promissory bill, loan agreement, debt return promise. Issuer and payee signing contract. Businessmen making deal. Vector isolated concept metaphor illustration

Jangka Waktu Keputusan Persetujuan Angsuran atau Penundaan atas Kekurangan Pembayaran Pajak

Jangka waktu keputusan persetujuan angsuran atau penundaan atas kekurangan pembayaran pajak dapat diberikan untuk:

                     Persetujuan Per-

mohonan

Utang Pajak

Angsuran Penundaan
STP, SKPKB, SKPKBT, dan SK Keberatan, SK Pembetulan, Putusan Banding, serta Putusan Peninjuan Kembali Paling lama 12 (dua belas) bulan sejak diterbitkannya keputusan persetujuan pengangsuran pembayaran pajak dengan angsuran paling banyak 1 (satu) kali dalam 1 (satu) bulan Paling lama 12 (dua belas) bulan sejak diterbitkannya keputusan persetujuan penundaan pembayaran pajak
SPPT PBB, SKP PBB, atau STP PBB
SPT Tahunan PPh Paling lama sampai dengan bulan terakhir Tahun Pajak berikutnya, dengan angsuran paling banyak 1 (satu) kali dalam 1 (satu) bulan Paling lama sampai dengan bulan terakhir Tahun Pajak berikutnya

Dalam hal permohonan WP untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak belum diterbitkan suatu keputusan, dan kepada WP dimaksud diterbitkan surat ketetapan/keputusan/putusan yang mengakibatkan kelebihan pembayaran pajak dan/atau pemberian imbalan bunga, kelebihan pembayaran pajak dan/atau pemberian imbalan bunga tersebut terlebih dahulu harus diperhitungkan dengan utang pajakyang masih harus dibayar sebagaimana dimaksud di atas sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. Apabila kelebihan pembayaran pajak dan/atau pemberian imbalan bunga tersebut tidak mencukupi untuk melunasi utang pajak yang diajukan permohonan pengangsuran atau penundaan, jumlah utang pajak yang dipertimbangkan untuk diberikan keputusan pengangsuran atau keputusan penundaan adalah jumlah utang pajak setelah dikurangi dengan kelebihan pembayaran pajak dan/atau pemberian imbalan bunga.

Sebaliknya, dalam hal permohonan WP untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak sudah diterbitkan suatu keputusan, dan kepada WP dimaksud diterbitkan surat ketetapan/keputusan/putusan yang mengakibatkan kelebihan pembayaran pajak dan/atau pemberian imbalan bunga, kelebihan pembayaran pajak dan/atau pemberian imbalan bunga tersebut terlebih dahulu harus diperhitungkan dengan sisa utang pajak yang belum diangsur atau yang ditunda pembayarannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. Dalam hal besarnya kelebihan pembayaran pajak dan/atau pemberian imbalan bunga lebih kecil daripada utang pajak yang belum diangsur, besarnya angsuran dari sisa utang pajak ditetapkan kembali dengan ketentuan:

  1. jumlah pokok dan bunga setiap angsuran tidak lebih dari jumlah setiap angsuran yang telah disetujui; dan
  2. masa angsuran paling lama sama dengan sisa masa angsuran yang telah disepakati.

Penetapan kembali besarnya angsuran dan/atau masa angsuran dilakukan dengan prosedur:

  1. Kepala KPP memberitahukan secara tertulis kepada WP tentang perubahan saldo utang pajak serta permintaan usulan perubahan angsuran;
  2. WP harus menyampaikan secara tertulis usulan perubahan angsuran paling lama 5 (lima) hari kerja sejak tanggal diterima surat pemberitahuan;
  3. Kepala KPP menerbitkan keputusan persetujuan angsuran pembayaran pajak yang juga berfungsi sebagai pembatalan keputusan persetujuan angsuran pembayaran pajak sebelumnya berdasarkan surat usulan yang disampaikan oleh WP paling lama 5 (lima) hari kerja sejak tanggal surat usulan diterima.
People with smartphones using mobile banking app. Man and woman with digital devices making online payment. Vector illustration for money, fintech, transaction concept

PENGANGSURAN DAN PENUNDAAN PEMBAYARAN PAJAK

Dasar hukum pemberian angsuran atau penundaan pembayaran pajak adalah Pasal 9 ayat (4) UU KUP, dimana disebutkan bahwa Dirjen Pajak atas permohonan WP dapat memberikan persetujuan untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak paling lama 12 bulan. Pembayaran pajak yang dapat diangsur atau ditunda tersebut termasuk kekurangan pembayaran pajak yang masih harus dibayar dalam SPT Tahunan PPh (PPh Pasal 29). Kelonggaran tersebut diberikan dengan hati-hati dan terbatas kepada WP yang benar-benar sedang mengalami kesulitan likuiditas.

Ketentuan teknis mengenai tata cara pengangsuran dan penundaan pembayaran pajak diatur dalam PMK Nomor 242/PMK.03/2014. Dalam PMK itu disebutkan bahwa WP dapat mengajukan permohonan secara tertulis untuk mengangsur atau menunda kekurangan pembayaran pajak dalam SPT Tahunan PPh, pajak yang terutang berdasarkan SPPT PBB, SKP PBB, STP PBB, dan pajak yang masih harus dibayar dalam STP, SKPKB, SKPKBT, dan SK Pembetulan, SK Keberatan, Putusan Banding, serta Putusan Peninjauan Kembali, yang menyebabkan jumlah pajak yang terutang bertambah kepada Dirjen Pajak.

Permohonan pengangsuran atau penundaan pembayaran pajak di atas harus diajukan paling lama 9 hari kerja sebelum saat jatuh tempo pembayaran utang pajak berakhir disertai dengan alasan dan bukti yang mendukung permohonan, dan memenuhi persyaratan sebagai berikut:

  1. surat permohonan ditandatangani oleh WP, dan dalam hal ditandatangani oleh bukan WP harus dilampiri surat kuasa sebagaimana ditentukan dalam peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan;
  2. surat permohonan mencantumkan:
    • jumlah utang pajak yang pembayarannya dimohonkan untuk diangsur, masa angsuran, dan besarnya angsuran; atau
    • jumlah utang pajak yang pembayarannya dimohonkan untuk ditunda dan jangka waktu penundaan.
  3. dalam hal WP mengajukan permohonan pengangsuran atau penundaan pembayaran PBB yang masih harus dibayar, selain memenuhi persyaratan huruf a dan b di atas, WP harus tidak memiliki tunggakan PBB tahun-tahun sebelumnya dan permohonan dimaksud juga harus dilampiri fotokopi SPPT, SKP PBB, atau STP PBB yang dimohonkan pengangsuran atau penundaan.

Selain itu, WP yang mengajukan permohonan harus memberikan jaminan yang dapat berupa garansi bank, surat/dokumen bukti kepemilikan barang bergerak, penanggungan utang oleh pihak ketiga, sertifikat tanah, atau sertifikat deposito. Apabila melampaui batas waktu 9 hari kerja di atas, WP harus memberikan jaminan berupa garansi bank sebesar utang pajak yang dapat dicairkan sesuai dengan jangka waktu pengangsuran.

Dirjen Pajak harus menerbitkan surat keputusan atas permohonan berupa menerima seluruhnya, menerima sebagian, atau menolak, paling lama 7 hari kerja setelah tanggal diterimanya permohonan WP. Apabila jangka waktu 7 hari kerja tersebut telah lewat dan Dirjen Pajak tidak memberikan suatu keputusan, maka permohonan WP dianggap diterima, dan keputusan persetujuan pengangsuran pembayaran pajak atau keputusan persetujuan penundaan pembayaran pajak harus diterbitkan paling lama 5 (lima) hari kerja setelah jangka waktu 7 (tujuh) hari kerja tersebut berakhir.

Tax Credits Claim Return Deduction Refund Concept

Surat Pemberitahuan

Surat Pemberitahuan atau biasa disingkat SPT adalah surat yang oleh WP digunakan untuk melaporkan penghitungan dan atau pembayaran pajak, obyek dan atau bukan obyek pajak dan atau harta dan kewajiban, sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. SPT terdiri dari SPT Masa dan SPT Tahunan. SPT Masa adalah SPT untuk suatu Masa Pajak, sedangkan SPT Tahunan adalah SPT untuk suatu Tahun Pajak atau Bagian Tahun Pajak.

Fungsi Surat Pemberitahuan bagi WP Pajak Penghasilan adalah sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan penghitungan jumlah pajak yang sebenarnya terutang dan untuk melaporkan tentang:

  1. pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri dan/atau melalui pemotongan atau pemungutan pihak lain dalam 1 (satu) Tahun Pajak atau Bagian Tahun Pajak;
  2. penghasilan yang merupakan objek pajak dan/atau bukan objek pajak;
  3. harta dan kewajiban; dan/atau
  4. pembayaran dari pemotong atau pemungut tentang pemotongan atau pemungutan pajak orang pribadi atau badan lain dalam 1 (satu) Masa Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

Bagi Pengusaha Kena Pajak, fungsi SPT adalah sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan penghitungan jumlah PPN dan PPnBM yang sebenarnya terutang dan untuk melaporkan tentang:

  1. pengkreditan Pajak Masukan terhadap Pajak Keluaran; dan
  2. pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri oleh Pengusaha Kena Pajak dan/atau melalui pihak lain dalam satu Masa Pajak, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

Bagi pemotong atau pemungut pajak, fungsi SPT adalah sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan pajak yang dipotong atau dipungut dan disetorkannya.

Menurut PMK Nomor 9/PMK.03/2018 , SPT meliputi:

  1. SPT Tahunan PPh yang terdiri atas:
  • SPT Tahunan PPh untuk satu Tahun Pajak; dan
  • SPT Tahunan PPh untuk Bagian Tahun Pajak

2. SPT Masa (terdiri dari SPT Masa PPh, SPT Masa PPN, dan SPT Masa PPN bagi Pemungut PPN).

Kedua jenis SPT tersebut dapat berbentuk formulir kertas (hardcopy) atau dokumen elektronik.

Secara umum, SPT yang dibuat oleh WP paling sedikit harus memuat:

  1. Jenis pajak;
  2. nama Wajib Pajak dan Nomor Pokok Wajib Pajak;
  3. Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak yang bersangkutan; dan
  4. tanda tangan Wajib Pajak atau kuasa Wajib Pajak.

Untuk SPT Tahunan PPh juga harus memuat data mengenai:

  • jumlah peredaran usaha;
  • jumlah penghasilan, termasuk penghasilan yang bukan merupakan objek pajak;
  • jumlah Penghasilan Kena Pajak;
  • jumlah pajak yang terutang;
  • jumlah kredit pajak;
  • jumlah kekurangan atau kelebihan pajak;
  • jumlah harta dan kewajiban;
  • tanggal pembayaran Pajak Penghasilan Pasal 29; dan
  • data lainnya yang terkait dengan kegiatan usaha Wajib Pajak.

Untuk SPT Masa PPh juga harus memuat data mengenai:

  • jumlah objek pajak, jumlah pajak yang terutang, dan/atau jumlah pajak dibayar;
  • tanggal pembayaran atau penyetoran; dan
  • data lainnya yang terkait dengan kegiatan usaha Wajib Pajak.

Untuk SPT Masa PPN juga harus memuat data mengenai:

  • jumlah penyerahan;
  • jumlah Dasar Pengenaan Pajak;
  • jumlah Pajak Keluaran;
  • jumlah Pajak Masukan yang dapat dikreditkan;
  • jumlah kekurangan atau kelebihan pajak;
  • tanggal penyetoran; dan
  • data lainnya yang terkait dengan kegiatan usaha Wajib Pajak.

Untuk SPT Masa PPN bagi Pemungut PPN juga harus memuat data mengenai:

  • jumlah Dasar Pengenaan Pajak;
  • jumlah Pajak yang dipungut;
  • jumlah pajak yang disetor;
  • tanggal pemungutan;
  • tanggal penyetoran; dan
  • data lainnya yang terkait dengan kegiatan usaha Wajib Pajak.

Suatu SPT terdiri dari SPT Induk dan Lampiran yang merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan. Selain itu, SPT harus dilampiri dengan keterangan dan/atau dokumen sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.

Pemindahbukuan

Pemindahbukuan

Dasar hukum dari Pemindahbukuan (Pbk) adalah PMK Nomor 242/PMK.03/2014 serta merujuk pada SE‑26/PJ.9/1991.

Dasar dilakukannya pemindahbukuan:

  1. Pemindahbukuan karena adanya kesalahan dalam pengisian formulir SSP, SSPCP, baik menyangkut Wajib Pajak sendiri maupun Wajib Pajak lain;
  2. Pemindahbukuan karena adanya kesalahan dalam pengisian data pembayaran pajak yang dilakukan melalui sistem pembayaran pajak secara elektronik sebagaimana tertera dalam BPN;
  3. Pemindahbukuan karena adanya kesalahan perekaman atas SSP, SSPCP, yang dilakukan Bank Persepsi/Pos Persepsi/Bank Devisa Persepsi/Bank Persepsi Mata Uang Asing;
  4. Pemindahbukuan karena kesalahan perekaman atau pengisian Bukti Pbk oleh pegawai Direktorat Jenderal Pajak;
  5. Pemindahbukuan dalam rangka pemecahan setoran pajak dalam SSP, SSPCP, BPN, atau Bukti Pbk menjadi beberapa jenis pajak atau setoran beberapa Wajib Pajak, dan/atau objek pajak PBB;
  6. Pemindahbukuan karena jumlah pembayaran pada SSP, BPN, atau Bukti Pbk lebih besar daripada pajak yang terutang dalam Surat Pemberitahuan, surat ketetapan pajak, Surat Tagihan Pajak, Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang, Surat Ketetapan Pajak PBB atau Surat Tagihan Pajak PBB;
  7. Pemindahbukuan karena jumlah pembayaran pada SSPCP atau Bukti Pbk lebih besar daripada pajak yang terutang dalam pemberitahuan pabean impor, dokumen cukai, atau surat tagihan/surat penetapan; dan
  8. Pemindahbukuan karena sebab lain yang diatur oleh Direktur Jenderal Pajak.

CONTOH FORMAT SURAT PERMOHONAN PEMINDAHBUKUAN berdasarkan PMK No. 242/PMK.03/2014 :

tax payment document clock time vector illustration

Jatuh Tempo Pembayaran Pajak

Jatuh Tempo Pembayaran Ketetapan Pajak

Surat Tagihan Pajak, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, Surat Keputusan Keberatan, Surat Keputusan Pembetulan, Putusan Banding, serta Putusan Peninjauan Kembali, yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah, harus dilunasi dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sejak tanggal diterbitkan. (Pasal 9 ayat (3) UU KUP)

Pasal 9 ayat (3a) UU KUP memberikan pengecualian bagi Wajib Pajak usaha kecil dan Wajib Pajak di daerah tertentu, yaitu jangka waktu pelunasan tersebut di atas dapat diperpanjang paling lama menjadi 2 (dua) bulan yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan. Peraturan Menteri Keuangan yang dimaksud adalah PMK Nomor 242/PMK.03/2014.

Dalam PMK Nomor 242/PMK.03/2014 diatur bahwa Wajib Pajak usaha kecil terdiri dari Wajib Pajak orang pribadi dan Wajib Pajak badan. Wajib Pajak orang pribadi usaha kecil harus memenuhi kriteria sebagai berikut:

  1. Wajib Pajak orang pribadi; dan
  2. Menerima penghasilan dari usaha, tidak termasuk penghasilan dari jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas, dengan peredaran bruto tidak melebihi Rp4.800.000.000,00 dalam 1 (satu) Tahun Pajak.

Sedangkan untuk Wajib Pajak badan usaha kecil harus memenuhi kriteria sebagai berikut:

  1. Wajib Pajak badan tidak termasuk BUT; dan
  2. Menerima penghasilan dari usaha, tidak termasuk penghasilan dari jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas, dengan peredaran bruto tidak melebihi Rp4.800.000.000,00 dalam 1 (satu) Tahun Pajak

Ketentuan mengenai Wajib Pajak di daerah tertentu ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak.

Jatuh Tempo Pembayaran PPh Pasal 29

Berdasarkan Pasal 9 ayat (2) UU KUP, kekurangan pembayaran pajak yang terutang berdasarkan Surat Pemberitahuan Tahunan PPh (PPh Pasal 29 baik untuk WP Orang Pribadi maupun WP Badan) harus dibayar lunas sebelum Surat Pemberitahuan PPh disampaikan.

Jatuh Tempo Pembayaran dan Penyetoran Pajak

Pembayaran/penyetoran pajak mempunyai batas jatuh tempo pembayaran/penyetoran pajak sebagai berikut:

No JENIS PEMBAYARAN BATAS WAKTU PEMBAYARAN
1 PPh Pasal 4 ayat (2) yang dipotong oleh Pemotong PPh tanggal 10 bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir
2 PPh Pasal 4 ayat (2) yang harus dibayar sendiri oleh WP tanggal 15 bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir
3 PPh Pasal 15 yang dipotong oleh Pemotong PPh tanggal 10 bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir
4 PPh Pasal 15 yang harus dibayar sendiri oleh WP tanggal 15 bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir
5 PPh Pasal 21 tanggal 10 bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir
6 PPh Pasal 23/26 tanggal 10 bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir
7 PPh Pasal 25 (WP OP/Badan) tanggal 15 bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir
8 PPh Pasal 22, PPN/PPnBM atas impor bersamaan dengan saat pembayaran Bea Masuk, apabila pembayaran Bea Masuk ditunda/dibebaskan maka harus dilunasi pada saat penyelesaian dokumen pemberitahuan pabean impor
9 PPh Pasal 22, PPN/PPnBM atas impor dipungut DJBC dalam jangka waktu satu hari kerja setelah dilakukan pemungutan pajak
10 PPh Pasal 22 yang dipungut oleh kuasa pengguna anggaran atau pejabat penanda tangan Surat Perintah Membayar sebagai Pemungut PPh Pasal 22 pada hari yang sama dengan pelaksanaan pembayaran kepada PKP rekanan pemerintah melalui KPPN
11 PPh Pasal 22 yang dipungut oleh Bendahara Pengeluaran paling lama 7 (tujuh) hari setelah tanggal pelaksanaan pembayaran atas penyerahan barang yang dibiayai dari belanja Negara atau belanja Daerah, dengan menggunakan Surat Setoran Pajak atas nama rekanan dan ditandatangani oleh bendahara
12 PPh Pasal 22 oleh WP Badan tertentu sebagai Pemungut Pajak tanggal 10 bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir
13 PPN/PPnBM yang terutang dalam satu Masa Pajak (PKP pada umumnya) akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya Masa Pajak dan sebelum SPT  Masa PPN disampaikan
14 PPN yang terutang atas pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dan/atau Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean tanggal 15 bulan berikutnya setelah saat terutangnya pajak.
15 PPN yang terutang atas kegiatan membangun sendiri tanggal 15 bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.
16 PPN atau PPN dan PPnBM yang pemungutannya dilakukan oleh Pejabat Penandatangan Surat Perintah Membayar sebagai Pemungut PPN pada hari yang sama dengan pelaksanaan pembayaran kepada PKP Rekanan Pemerintah melalui KPPN.
17 PPN atau PPN dan PPnBM yang dipungut oleh Bendahara Pengeluaran sebagai Pemungut PPN 7 hari setelah tanggal pelaksanaan pembayaran kepada PKP Rekanan Pemerintah melalui KPPN
18 PPN atau PPN dan PPnBM yang pemungutannya dilakukan oleh Pemungut PPN yang ditunjuk selain Bendahara Pemerintah tanggal 15  bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir
19 PPh Pasal 25 bagi WP dengan kriteria tertentu yang melaporkan beberapa masa pajak dalam satu SPT Masa pada akhir masa pajak terakhir
20 Pembayaran masa selain PPh Pasal 25 bagi WP dengan kriteria tertentu yang melaporkan beberapa masa pajak dalam satu SPT Masa sesuai dengan batas waktu untuk masing-masing jenis pajak
21 PPh Pasal 29 untuk WP OP 3 bulan setelah akhir Tahun Pajak dan sebelum SPT Tahunan disampaikan
22 PPh Pasal 29 untuk WP Badan 4 bulan setelah akhir Tahun Pajak dan sebelum  SPT Tahunan disampaikan

Dalam hal tanggal jatuh tempo pembayaran atau penyetoran bertepatan dengan hari libur termasuk hari Sabtu atau hari libur nasional (termasuk hari yang diliburkan untuk Pemilu dan cuti bersama secara nasional), maka pembayaran atau penyetoran dapat dilakukan pada hari kerja berikutnya.

Melalui UU Cipta Kerja Klaster Perpajakan yang mengubah dan menambah beberapa pasal dalam UU No. 6 Tahun 1983 yang diubah dengan UU No. 16 Tahun 2009 tentang Ketentuan dan Tata Cara Perpajakan (KUP), sanksi atau denda mengacu pada Suku Bunga Acuan Bank Indonesia (BI-7days reserve repo rate) per bulan. Dengan demikian, pengenaan sanksi pajak sejak berlakunya UU Cipta Kerja ini bersifat fluktuatif mengikuti pergerakan tingkat Suku Bunga Acuan BI (BI-7DRRR). Sebelumnya, tarif sanksi pajak sesuai UU KUP adalah single tarif, yakni 2% per bulan untuk sanksi keterlambatan atau kurang bayar pajak.

Untuk keterlambatan Pembayaran atau Penyetoran, apabila pembayaran atau penyetoran pajak dilakukan setelah tanggal jatuh tempo pembayaran atau penyetoran pajak, akan dikenai sanksi administrasi berupa bunga sebesar tarif bunga per bulan yang ditetapkan oleh Menkeu yang dihitung dari tanggal jatuh tempo pembayaran sampai dengan tanggal pembayaran, dan dikenakan paling lama 24 bulan serta bagian dari bulan dihitung penuh 1 bulan.

Untuk pembayaran atau penyetoran atas Kekurangan pembayaran pajak yang terutang berdasarkan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar tarif bunga per bulan yang ditetapkan oleh Menkeu yang dihitung mulai dari berakhirnya batas waktu penyampaian SPT Tahunan sampai dengan tanggal pembayaran, dan dikenakan paling lama 24 bulan serta bagian dari bulan dihitung penuh 1 bulan.

Perubahan PMK 9 Th 2021 atas PPh Final DTP-edit

Perubahan PMK 9 Th 2021 atas PPh Final UMKM DTP

Perubahan Atas PMK-9/PMK.03/2021 tentang Insentif Pajak Untuk Wajib Pajak Terdampak Pandemi Covid-19 atas Pajak Penghasilan Final UMKM Ditanggung Pemerintah (DTP)

Dikarenakan dampak pandemik COVID-19 telah memperlambat ekonomi dunia secara masif dan signifikan termasuk terhadap perekonomian Indonesia, Pemerintah Indonesia merasa bahwa pemberian insentif perpajakan masih diperlukan. Pemberian insentif perpajakan sendiri harus diberikan secara selektif dengan prioritas kepada sektor tertentu yang tertahan dan perlu lebih didukung laju pemulihannya, yaitu jasa kesehatan, jasa pendidikan, jasa angkutan, konstruksi, dan akomodasi. Pada artikel kali ini, kami akan berfokus untuk membahas poin-poin penting mengenai Pajak Penghasilan Final UMKM sesuai PP 23 Tahun 2018 Ditanggung Pemerintah (DTP).

  1. Siapa Penerima Insentif Pajak?

Wajib Pajak yang:

  • memiliki peredaran bruto tertentu & dikenai PPh Final berdasarkan PP Nomor 23 Tahun 2018, DAN
  • menyampaikan Laporan realisasi PPh final ditanggung Pemerintah* melalui saluran tertentu pada laman www.pajak.go.id paling lambat tanggal 20 setelah berakhirnya Masa Pajak

*bagi WP yang belum memiliki Surat Keterangan, laporan realisasi dapat diperlakukan sebagai permohonan Surat Keterangan sepanjang memenuhi PMK 99/PMK.03/2018

PPh final ditanggung Pemerintah diberikan untuk Masa Pajak Januari 2021 sampai dengan Masa Pajak Desember 2021.

2. Transaksi Dengan Pemotong atau Pemungut Pajak

  • Untuk transaksi dengan Pemotong atau Pemungut Pajak, Wajib Pajak menyerahkan fotokopi Surat Keterangan
  • Pemotong atau Pemungut Pajak melakukan konfirmasi Surat Keterangan ke laman www.pajak.go.id pada menu Rumah Konfirmasi Dokumen
  • Dalam hal Surat Keterangan telah terkonfirmasi, Pemotong atau Pemungut Pajak tidak melakukan pemotongan atau pemungutan PPh pada saat pembayaran. Atas PPh final ditanggung Pemerintah tersebut Pemotong atau Pemungut Pajak harus membuat SSP/ cetakan kode billing yang dibubuhi cap/tulisan “PPh FINAL DITANGGUNG PEMERINTAH EKS PMK NOMOR 82 /PMK.03/2021”

3. Kewajiban Wajib Pajak yang Memanfaatkan Insentif PPh Final DTP

  • WP dimaksud harus menyampaikan Laporan realisasi PPh Final ditanggung Pemerintah melalui saluran tertentu pada laman www.pajak.go.id
  • Laporan realisasi PPh final ditanggung Pemerintah meliputi PPh terutang atas penghasilan yang diterima diperoleh WP termasuk dari transaksi dengan Pemotong atau Pemungut Pajak
  • SSP/cetakan kode billing yang dibubuhi cap/tulisan “PPh FINAL DITANGGUNG PEMERINTAH EKS PMK NOMOR 82 /PMK.03/2021” (jika ada transaksi dengan Pemotong atau Pemungut Pajak) agar disimpan sebagai dokumentasi
  • Laporan realisasi disampaikan paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir
  • Wajib Pajak yang menyampaikan laporan realisasi melebihi batas waktu yang ditentukan tidak dapat memanfaatkan insentif PPh Final DTP
  • Wajib Pajak dapat menyampaikan pembetulan atas laporan realisasi PPh Final DTP paling lambat akhir bulan berikutnya setelah batas waktu pelaporan realisasi

4. Alur Pemberian Insentif Pajak

  • Login eReporting
  • Klik tombol “tambah” pelaporan
  • Pemilihan jenis pelaporan realisasi baru
  • Isikan kode keamanan sesuai permintaan sistem
  • Unduh dan mengisi laporan realisasi pada file Excel (agar diperhatikan format penamaan file)
  • Validasi macro
  • Unggah Excel Laporan Realisasi
Upselling abstract concept vector illustration. Sales technique, sell advanced option, upgrade plan, upselling marketing, additional service, customer motivation, extra purchase abstract metaphor.

INSENTIF PPH PASAL 21 DTP DIPERPANJANG HINGGA MASA PAJAK DESEMBER 2021

Resmi!! Akhirnya pemerintah memperpanjang Insentif PPh 21 DTP hingga Masa Pajak Desember 2021 melalui PMK 82/PMK.03/2021 yang ditetapkan 1 Juli 2021.

Terdapat perbedaan kriteria penerima perpanjangan insentif Covid-19 kali ini. Di aturan sebelumnya kriteria WP penerima insentif terdiri dari:

  1. WP dengan KLU tertentu;
  2. telah ditetapkan sebagai perusahaan KITE; atau
  3. telah mendapatkan izin Penyelenggara Kawasan Berikat, Izin Pengusaha Kawasan Berikat , atau izin Pengusaha Dalam Kawasan Berikat.

Namun pada aturan terbaru kali ini, kriteria WP penerima insentif hanya didasarkan pada KLU saja. Sebanyak 1.189 KLU (sama dengan PMK 9/PMK.03/2021) yang mendapatkan fasilitas insentif PPh Pasal 21 DTP berdasar PMK 82/PMK.03/2021. WP KITE dan WP Kawasan Berikat dihapuskan dari kriteria penerima insentif ini.

Penentuan Kode Klasifikasi Lapangan Usaha (KLU) Pemberi Kerja:

KLU sesuai SPT Tahunan 2019 → dalam hal:

  1. Pemberi Kerja memiliki kewajiban lapor SPT Tahunan PPh Tahun Pajak 2019, dan
  2. Kode KLU di SPT Tahunan PPh Tahun Pajak 2019 sama dengan kode KLU di masterfile DJP.

KLU sesuai Masterfile DJP → dalam hal:

  1. Pemberi Kerja yang memiliki kewajiban lapor SPT Tahunan PPh Tahun Pajak 2019, namun:
    • tidak menuliskan kode KLU dalam SPT Tahunan PPh Tahun Pajak 2019
    • salah mencantumkan kode KLU dalam SPT Tahunan PPh Tahun Pajak 2019
  1. WP Pusat yang belum atau tidak memiliki kewajiban lapor SPT Tahunan PPh Tahun Pajak 2019
  2. Instansi Pemerintah

Pemberi kerja dan/atau WP yang akan memanfaatkan fasilitas harus menyampaikan kembali pemberitahuan/permohonan paling lambat 15 Agustus 2021 melalui laman DJP Online.

Pemberitahuan pemanfaatan insentif hanya diajukan oleh WP Pemberi Kerja yang berstatus pusat dan insentif berlaku untuk pusat beserta seluruh cabang yang terdaftar dan memiliki kewajiban PPh Pasal 21.

Pemberi kerja membuat SSP/kode billing yang dibubuhi cap/tulisan “PPh PASAL 21 DITANGGUNG PEMERINTAH EKS PMK NOMOR 82/PMK.03/2021” dan disimpan sebagai dokumentasi.

Penyampaian laporan realisasi oleh pemberi kerja yang melebihi batas waktu yang ditentukan, tidak dapat memanfaatkan insentif PPh Pasal 21.

Pemberi kerja dapat menyampaikan pembetulan atas laporan realisasi PPh Pasal 21 DTP paling lambat akhir bulan berikutnya setelah batas waktu pelaporan realisasi.

Pemberi Kerja, Wajib Pajak, dan/atau Pemotong Pajak yang telah menyampaikan laporan realisasi dan/atau laporan realisasi pembetulan pemanfaatan insentif PPh Pasal 21 ditanggung Pemerintah dapat menyampaikan pembetulan laporan realisasi Masa Pajak Januari 2021 sampai dengan Masa Pajak Juni 2021 paling lambat tanggal 31 Oktober 2021.