1. Pembukuan Tentang Hutang
Pembukuan tentang hutang harus dapat menyajikan keterangan mengenai saldo hutang pada saat tertentu dan mutasi hutang pada saat tertentu dengan membukukan semua transaksi baik penambahan maupun pengurangan hutang sehingga dapat diperoleh keterangan mengenai :
- nama dan alamat kreditur;
- jumlah hutang kepada masing-masing kreditur;
- saat timbulnya maupun berkurangnya hutang;
- jenis hutang misalnya hutang dagang, hutang kepada pegawai, hutang kepada pemegang saham, hutang jangka panjang, hutang jangka pendek, dan hutang bank;
- kewajiban pembayaran bunga;
- tanggal jatuh tempo;
- keterangan lainnya yang berkaitan dengan hutang.
Pos hutang kepada pemegang saham harus diperhatikan kemungkinan adanya thincapitalization(usaha pengecilan modal). Menteri Keuangan berwenang untuk menentukan rasio hutang dengan modal untuk menghindari pencatatan bunga yang seharusnya merupakan dividen dengan mencatat modal sebagai hutang sehingga akan mengurangi Penghasilan Kena Pajak dengan adanya pembebanan bunga. Pembukuan tentang Hutang dapat dikategorikan ke dalam tiga bagian,
Hutang Dagang
Hutang dicatat berdasarkan nilai yang dicatat menurut jatuh temponya. Menurut pajak, hutang hanya dapat karena transaksi atau keputusan pengadilan yang menyebabkan timbulnya hutang. Dalam hal terjadi pembebasan hutang maka jumlah hutang yang dibebaskan tersebut harus dibukukan sebagai penghasilan.
Hutang Dividen
Hutang dividen timbul jika pembagian laba diumumkan oleh perseroan. Pembayar dividen wajib menyetor pajak atas dividen kepada negara. Ketentuan pemungutan pajak dividen diatur dalam Pasal 17 (2c), Pasal 23 dan Pasal 26 UU PPh.
Hutang Pajak
Sesuai dengan ketentuan pajak, pajak terutang yang dibayar sendiri maupun pajak yang dipungut atau dipotong pihak ketiga harus disetor ke kas negara dalam jangka waktu yang ditentukan. Penyajian hutang pajak yang baik dan teratur akan memudahkan penelitian atas kewajiban pajak dan pemenuhannya. Hutang pajak yang dimaksud mencakup hal-hal sebagai berikut:
- hutang Pajak Penghasilan yang dibayar sendiri yaitu Pajak Penghasilan Pasal 25 dan Pasal 29;
- hutang pajak yang dipungut atau dipotong pihak ketiga terdiri dari Pajak Penghasilan Pasal 21, 22 dan 23;
- hutang pajak yang wajib dipungut atau dipotong terhadap pihak ketiga yaitu Pajak Penghasilan Pasal 21,22,23, dan Pasal 26;
- hutang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah; dan
- hutang Pajak Bumi Dan Bangunan.
2. Pembukuan Tentang Modal
Modal Disetor
Pengertian modal meliputi modal yang disetor oleh pemilik atau pemegang saham dan laba ditahan atau laba yang belum diambil oleh pemilik. Pembukuan tentang modal harus memuat secara terinci mengenai besarnya modal pada awal periode, perubahan-perubahan penambahan maupun pengiriman modal dan besarnya modal pada akhir periode. Khusus bagi perushaan yang modal terbagi atas saham, dari pembukuannya harus dapat diketahui rincian mengenai:
- modal dasar;
- saham yang ditempatkan;
- saham yang telah disetor;
- saham yang masih dalam portepel;
- agio atau disagio saham.
Laba Ditahan
Laba ditahan adalah laba yang dikumpulkan setelah pajak sehingga laba ini tidak boleh dibebani atau dikredit dengan pembebanan pos-pos yang seharusnya diperhitungkan dalam laba-rugi tahun berjalan. Dengan kata lain, pembayaran yang bersumber dari laba ditahan tidak diperkenankan sebagai biaya misalnya pembayaran bonus dan tantiem kepada karyawan yang diambilkan dananya dari pos laba ditahan. Ketentuan ini sama antara akuntansi dengan fiskal.
Dalam hal pembayaran ini dilakukan kepada pengurus yang merangkap sebagai pemegang saham maka pembayaran tersebut tidak boleh dianggap sebagai biaya fiskal. Pembayaran ini merupakan pembagian laba (dividen) yang dikenakan Pajak Penghasilan.
Tiap lembar saham diberi nilai nominal namun saham dapat dijual dengan agio atau disagio. Agio atau disagio ini bukan merupakan penghasilan atau biaya, karenanya tidak ditampilkan dalam penghitungan laba-rugi melainkan langsung ke rekening modal. Hal ini sesuai dengan pajak yang menyatakan bahwa harta yang diterima badan usaha sebagai pengganti saham atau penyertaan modal tidak termasuk sebagai objek Pajak Penghasilan.
Dalam hal dilakukan penilaian kembali atas aset yang diperkenankan berdasarkan peraturan Pemerintah, maka selisih penilaian kembali merupakan salah satu unsur permodalan yang harus dibukukan tersendiri.