WhatsApp Image 2021-11-24 at 12.27.03

Pemeriksaan PPh 21 DTP

Saat ini sedang maraknya DJP dalam hal ini KPP melakukan pemeriksaan terhadap pengisian Laporan Realisasi Insentif PPh 21 DTP yang dilaporkan oleh perusahaan pemberi kerja yang mengikuti fasilitas PPh 21 DTP. Hal tersebut dikarenakan adanya temuan dari BPK terhadap DJP sehingga KPP meneruskan temuan tersebut kepada para Wajib Pajak pemberi kerja.

Berikut rincian ketidaksesuaian (Flag Anomali) pada Laporan Realisasi:

  1. Ketidaksesuaian (Anomali) dan/atau Nama Pegawai
    a. Membetulkan NPWP dan/atau Nama Pegawai yang tidak sesuai karena kesalahan pencantuman/penulisan NPWP dan/atau Nama Pegawai dalam Pembetulan Laporan Realisasi
    Contoh 1:
    Nama Pegawai di Laporan Realisasi = ARY
    Nama sesungguhnya = ARI
    Atas kekeliruan penulisan nama tersebut, maka Wajib Pajak pemberi kerja menuliskan nama pegawai ARI dalam Pembetulan Laporan Realisasi.

    Contoh 2:
    Nama Pegawai di Laporan Realisasi = DIAN
    Nama sesungguhnya pada NPWP = DWI
    Bagi wanita kawin yang menggunakan NPWP suami, penulisan nama pegawai dalam Pembetulan Laporan Realisasi adalah “NAMA SUAMI/NAMA ISTRI” yaitu Dwi/Dian.

    b. Atas dan/atau nama pegawai tidak dilakukan pembetulan karena data NPWP pegawai bersangkutan bukan NPWP sebenarnya (tidak ber-NPWP) maka NPWP tersebut dikeluarkan dari Laporan RealisasiContoh:
    NPWP yang diberikan oleh pekerja/staf adalah 18.XXX.317.7-XXX.000 namun setelah dilakukan pengecekan ternyata terhadap NPWP tersebut tidak terdaftar, maka Nama dan NPWP pekerja/staf tersebut harus dikeluarkan dalam Pembetulan Laporan Realisasi dan atas PPh Pasal 21 tersebut wajib disetorkan ke negara.

    c. Atas kondisi tersebut, Wajib Pajak agar melakukan penghitungan Kembali PPh Pasal 21 dan menyetorkan kekurangan PPh Pasal 21 atas pegawai tersebut serta membetulkan SPT PPh 21.

  2. Ketidaksesuaian (Anomali) dan/atau Penghasilan Pegawai
    a. Membetulkan penghasilan pegawai yang salah tulis/salah hitung dalam pembetulan Laporan Realisasi
    b. Atas pegawai yang tidak terdapat salah hitung/salah tulis namun memiliki penghasilan di atas Rp 16.666.666 dalam satu masa penghasilan agar dikeluarkan dari Laporan Realisasi
    c. Atas kondisi tersebut, Waib Pajak agar melakukan penghitungan Kembali PPh Pasal 21 dan menyetorkan kekurangan PPh Pasal 21 atas pegawai tersebut serta membetulkan SPT PPh 21.
    Contoh:
    Pekerja/staf A bulan Juni memperoleh penghasilan/gaji sebesar 17.000.000 terdiri dari gaji Rp 13.000.000 dan THR Rp 4.000.000. Pemberi kerja tempat Tn.A bekerja menuliskan nilai penghasilan bruto dalam Laporan Realisasi PPh 21 DTP sebesar Rp 17.000.000. Berdasarkan aturan PMK-9/PMK.03/2021 yang mana telah diubah menjadi PMK-82/PMK.03/2021 pasal 2 ayat 3 huruf (c) penghasilan bruto yang mendapat fasilitas PPh Pasal 21 DTP atas penghasilan yang bersifat tetap dan teratur yang disetahunkan tidak lebih dari lebih dari Rp 200.000.000.

    Atas penghasilan yang diterima Tn. A bulan Juni, yang mendapat insentif fasilitas PPh Pasal 21 DTP hanya Rp 13.000.000 atas gaji saja dan PPh Pasal 21 DTP yang dicantumkan pada Laporan Realisasi PPh Pasal 21 DTP hanya PPh Pasal 21 atas penghasilan bruto saja tanpa THR.

  3. Ketidaksesuaian (Anomali) nilai SSP/Cetakan Billing
    Nilai billing kurang, membuat billing lagi sesuai ketentuan PMK dengan nilai sesuai Laporan Realisasi pembetulan dan melaporkan pembetulan Laporan Realisasi.
  4. Ketidaksesuaian (Anomali) masa Pelaporan Mendahului Masa Surat Pemberitahuan
    a. Pemberi kerja atau Wajib Pajak dapat memanfaatkan insentif PPh Pasa 21 DTP sejak Masa Pajak Januari 2021 dengan menyampaikan pemberitahuan pemanfaatan insentif PPh Pasal 21 DTP sampai dengan tanggal 15 Februari 2021
    b. Wajib Pajak agar melakukan penghitungan kembali PPh Pasal 21 dan menyetorkan kekurangan PPh Pasal 21 atas pegawai tersebut serta membetulkan SPT PPh 21.
  5. Terkait jumlah pegawai ganda
    a. Wajib Pajak agar melakukan penghitungan Kembali PPh Pasal 21 dan melaporkan pembetulan Laporan Realisasi atas pegawai yang terindikasi ganda
    b. Atas pegawai yang terdapat salah hitung/salah tulis namun memiliki penghasilan diatas Rp 16.666.666 dalam satu masa penghasilan agar dikeluarkan dari Laporan Realisasi
    c. Atas kondisi tersebut, Wajib Pajak agar melakukan penghitungan kembali PPh Pasal 21 dan menyetorkan kekurangan PPh Pasal 21 atas pegawai tersebut serta membetulkan SPT PPh 21.

Catatan:

  1. Batas waktu Pembetulan Laporan Realisasi:
    a. Batas waktu pembetulan Fasilitas/Insentif DTP masa Januari sampai dengan Juni 2021 adalah paling lambat tanggal 30 November 2021 (PMK-149/PMK.03/2021)
    b. Batas waktu pembetulan Fasilitas/Insentif DTP masa Juli sampai dengan Desember 2021 adalah paling lambat tanggal akhir bulan berikutnya setelah batas waktu pelaporan (PMK-9/PMK.03/2021)

Jadi untuk pembetulan masa Juli 2021 bisa dilakukan paling lambat tanggal 30 September 2021. Sedangkan untuk pembetulan masa September 2021 bisa dilakukan paling lambat tanggal 30 November 2021.

  1. Pembetulan Laporan Realisasi dilakukan secara keseluruhan pada masa tersebut (dalam satu BPS)
  2. Untuk seluruh data anomali yang harus ditindaklanjuti dengan pembetulan Laporan Realisasi, agar Wajib Pajak membuat billing baru dengan nilai sesuai dengan Laporan Realisasi pembetulan tersebut.
OF71YA0

DASAR PENGENAAN PAJAK

Dalam Pasal 1 angka 17 UU PPN disebutkan bahwa Dasar Pengenaan Pajak adalah jumlah Harga Jual, Penggantian, Nilai Impor, Nilai Ekspor, atau nilai lain yang dipakai sebagai dasar untuk menghitung pajak yang terutang.

PPN terutang dihitung dengan mengalikan tarif PPN dengan Dasar Pengenaan Pajak:

PPN terutang = Tarif X DPP

Jenis-jenis DPP dapat dibedakan menjadi:

  • Harga Jual untuk penyerahan BKP;
  • Penggantian untuk penyerahan JKP, ekspor JKP, ekspor BKP tidak berwujud;
  • Nilai Impor untuk Impor BKP;
  • Nilai Ekspor untuk Ekspor BKP;
  • Nilai Lain yang ditetapkan dengan Peraturan Menteri Keuangan.

Harga Jual

Harga Jual adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh penjual karena penyerahan BKP, tidak termasuk PPN yang dipungut menurut UU PPN dan potongan harga yang dicantumkan dalam Faktur Pajak.

Penggantian

Penggantian adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh pengusaha karena penyerahan JKP, ekspor JKP, atau ekspor BKP Tidak Berwujud, tetapi tidak termasuk PPN yang dipungut menurut UU PPN dan potongan harga yang dicantumkan dalam Faktur Pajak atau nilai berupa uang yang dibayar atau seharusnya dibayar oleh Penerima Jasa karena pemanfaatan JKP dan/atau oleh penerima manfaat BKP Tidak Berwujud karena pemanfaatan BKP Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean.

Nilai Impor

Nilai Impor adalah nilai berupa uang yang menjadi dasar penghitungan bea masuk ditambah pungutan berdasarkan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai kepabeanan dan cukai untuk impor BKP, tidak termasuk PPN dan PPnBM yang dipungut menurut UU PPN.

Nilai Ekspor

Nilai Ekspor adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh eksportir.

Nilai Lain

Nilai Lain adalah nilai berupa uang yang ditetapkan sebagai Dasar Pengenaan Pajak. Dasar Pengenaan Pajak berupa Nilai Lain diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan dengan maksud untuk menjamin rasa keadilan dalam hal:

  • Harga Jual, Nilai Penggantian, Nilai Impor, dan Nilai Ekspor sukar ditetapkan; dan/atau
  • penyerahan Barang Kena Pajak yang dibutuhkan oleh masyarakat banyak, seperti air minum dan listrik
2253648

PENGUSAHA KENA PAJAK

Sebelum membahas mengenai Pengusaha Kena Pajak, perlu diperhatikan terlebih dahulu mengenai definisi Pengusaha sesuai Pasal 1 angka 14 UU PPN.  Berdasarkan UU tersebut, Pengusaha adalah orang pribadi atau badan dalam bentuk apapun yang dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya:

  1. menghasilkan barang;
  2. mengimpor barang;
  3. mengekspor barang;
  4. melakukan usaha pedagangan;
  5. memanfaatkan barang tidak berwujud dari luar daerah pabean;
  6. melakukan usaha jasa (termasuk mengekspor jasa);
  7. memanfaatkan jasa dari luar daerah pabean.

Pengertian badan usaha dalam bentuk apapun di atas dapat berbentuk PT, CV, perseroan lainnya, BUMN atau BUMD dengan nama dan dalam bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya, lembaga dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap.

Dalam Pasal 1 angka 15 UU PPN, yang dimaksud Pengusaha Kena Pajak adalah pengusaha yang melakukan penyerahan BKP dan/atau penyerahan JKP yang dikenai pajak berdasarkan UU PPN.

Dalam praktiknya, termasuk pula dalam pengertian Pengusaha Kena Pajak adalah:

  1. Pengusaha yang seharusnya dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak tetapi belum dikukuhkan;
  2. Bentuk kerjasama operasi (Joint Operation/Joint Venture: JO) yang melakukan penyerahaan BKP/JKP atas nama JO.

Pengusaha yang melakukan penyerahan BKP dan/atau penyerahan JKP di dalam Daerah Pabean dan/atau melakukan ekspor BKP Berwujud, ekspor JKP, dan/atau ekspor BKP Tidak Berwujud diwajibkan:

  • melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak;
  • memungut pajak yang terutang;
  • menyetorkan Pajak Pertambahan Nilai yang masih harus dibayar dalam hal Pajak Keluaran lebih besar daripada Pajak Masukan yang dapat dikreditkan serta menyetorkan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang terutang; dan
  • melaporkan penghitungan pajak.

Kewajiban di atas tidak berlaku untuk pengusaha kecil yang batasannya ditetapkan oleh Menteri Keuangan (lihat artikel sebelumnya mengenai Pengusaha Kecil dan Kewajibannya Menurut UU PPN). Namun pengusaha kecil dapat memilih untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak. Apabila pengusaha kecil memilih menjadi Pengusaha Kena Pajak, maka kewajiban perpajakan menurut ketentuan undang-undang berlaku sepenuhnya bagi pengusaha kecil tersebut.

4470588

Pengumuman PENG-12/PJ.09/2021

Sehubungan dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-389/PJ/2020 tentang Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pajak Tahun 2020 – 2024 serta sebagai bentuk transparansi sekaligus memberikan pelayanan terbaik kepada wajib pajak, pada tahun 2021 Direktorat Jenderal Pajak telah mengembangkan sejumlah fitur baru dalam aplikasi layanan perpajakan yang dapat diakses melalui login di situs web pajak pajak.go.id. Berikut rincian fitur terbaru berdasar Pengumuman PENG-12/PJ.09/2021:

a. Riwayat Pembayaran pada Menu Bayar

Terdapat 3 jenis pembaharuan yang disajikan, yaitu pembayaran Modul Penerimaan Negara (MPN), pemindahbukuan kirim, dan pemindahbukuan terima. Bagian Pembayaran MPN akan muncul seluruh pembayaran pajak yang dilakukan oleh wajib pajak dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP) atau kode billing.

Pemindahbukuan kirim adalah penyesuaian pembayaran yang dilakukan melalui mekanisme pemindahbukuan dari rekening wajib pajak, baik ke rekening wajib pajak itu sendiri maupun ke rekening wajib pajak lain.

Pemindahbukuan terima adalah penyesuaian pembayaran yang dilakukan melalui mekanisme pemindahbukuan ke rekening wajib pajak, baik dari rekening wajib pajak itu sendiri maupun dari rekening wajib pajak lain.

Apabila terdapat data pembayaran yang tidak sesuai, wajib pajak dapat menghubungi Kring Pajak 1500200 atau Kantor Pelayanan Pajak KPP administrasi

b. Riwayat pada Menu Layanan

Jenis layanan yang disajikan pada riwayat layanan ini antara lain:

  1. Permohonan Surat Keterangan Fiskal (SKF) bagian Info KSWP;
  2. Permohonan Surat Keterangan Domisili Subjek Pajak Dalam Negeri (SKD SPDN) bagian Info KSWP;
  3. Permohonan Surat Keterangan PP 23 bagian Info KSWP;
  4. Permohonan Surat Keterangan Jasa Luar Negeri (SKJLN) bagian Info KSWP;
  5. Permohonan Fasilitas PPh Pasal 21 Ditanggung Pemerintah (DTP) (Peraturan Menteri Keuangan Nomor 82/PMK.03/2021) bagian Info KSWP;
  6. Permohonan Fasilitas Pengurang PPh Pasal 25 (Peraturan Menteri Keuangan Nomor 82/PMK.03/2021) bagian Info KSWP;
  7. Permohonan Surat Keterangan Bebas (SKB) PPh Pasal 22 Impor (Peraturan Menteri Keuangan Nomor 82/PMK.03/2021) bagian Info KSWP;
  8. Permohonan SKB PPh Pasal 22 (Peraturan Menteri Keuangan Nomor 83/PMK.03/2021 bagian Info KSWP);
  9. Permohonan SKB PPh Pasal 23 (Peraturan Menteri Keuangan Nomor 83/PMK.03/2021) bagian Info KSWP;
  10. Pemberitahuan Penyampaian SPT Tahunan 2019 dengan Lampiran yang Disederhanakan (Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-06/PJ/2020) bagian Info KSWP;
  11. Pemberitahuan Kembali Pemusatan Tempat PPN Terutang bagian Info KSWP;
  12. Pemberitahuan Penggunaan Norma Penghitungan Penghasilan Neto (NPPN) bagian Info KSWP;
  13. Pemberitahuan Menyelenggarakan Pembukuan dalam Bahasa Inggris dan Mata Uang Dolar bagian Info KSWP;
  14. Permohonan Validasi PPh atas Pengalihan Tanah dan/atau Bangunan bag e-Objection;
  15. Permohonan Surat Keterangan Domisili Subjek Pajak Luar Negeri (SKD SPLN) bag e-SKD;
  16. Permohonan Surat Keterangan Tidak Dipungut (SKTD) bag e-SKTD;
  17. Pelaporan Realisasi PPh Final DTP (Peraturan Menteri Keuangan Nomor 82/PMK.03/2021) bag e-Reporting Insentif Covid-19;
  18. Pelaporan Realisasi PPh Pasal 21 DTP (Peraturan Menteri Keuangan Nomor 82/PMK.03/2021) bag e-Reporting Insentif Covid-19;
  19. Pelaporan Realisasi Pembebasan PPh Pasal 21 (Peraturan Menteri Keuangan Nomor 83/PMK.03/2021) bag e-Reporting Insentif Covid-19;
  20. Pelaporan Realisasi Pembebasan PPh Pasal 22 (Peraturan Menteri Keuangan Nomor 83/PMK.03/2021) bag e-Reporting Insentif Covid-19;
  21. Pelaporan Realisasi Pembebasan PPh Pasal 22 Impor (Peraturan Menteri Keuangan Nomor 83/PMK.03/2021) bag e-Reporting Insentif Covid-19;
  22. Pelaporan Realisasi Pembebasan PPh Pasal 22 Impor (Peraturan Menteri Keuangan Nomor 82/PMK.03/2021) bag e-Reporting Insentif Covid-19;
  23. Pelaporan Realisasi Pembebasan PPh Pasal 23 (Peraturan Menteri Keuangan Nomor 83/PMK.03/2021) bag e-Reporting Insentif Covid-19;
  24. Pelaporan Realisasi Pengurangan Angsuran PPh Pasal 25 (Peraturan Menteri Keuangan Nomor 82/PMK.03/2021) bag e-Reporting Insentif Covid-19;
  25. Pelaporan Realisasi PPN DTP (Peraturan Menteri Keuangan Nomor 83/PMK.03/2021) bag e-Reporting Insentif Covid-19;
  26. Pelaporan Realisasi PPh Final Program Percepatan Peningkatan Tata Guna Air Irigasi (P3TGAI) DTP (Peraturan Menteri Keuangan Nomor 82/PMK.03/2021) bag e-Reporting Insentif Covid-19;
  27. Permohonan keberatan pada bagian e-Objection.

Jenis layanan yang disajikan merupakan layanan-layanan yang telah diakses oleh wajib pajak, baik secara online melalui situs web pajak maupun offline di KPP. Jika pada menu Layanan wajib pajak tidak terdapat salah satu dari menu di atas, wajib pajak perlu mengaktifkan fitur pada menu Profil bagian Aktivasi Fitur. Apabila terdapat data layanan yang tidak sesuai, wajib pajak dapat menghubungi Kring Pajak 1500200 atau KPP administrasi.

c. Riwayat Bukti Potong/Pungut menu Lapor bagian Pra Pelaporan

Bukti potong/pungut yang disajikan pada riwayat bukti potong/pungut ini merupakan bukti potong/pungut yang dibuat oleh pihak lawan transaksi wajib pajak. Bukti potong/pungut yang dimaksud antara lain bukti potong PPh Final Pasal 4 ayat (2), bukti potong PPh Pasal 15, bukti potong PPh Pasal 21/26, bukti pungut PPh Pasal 22, dan bukti potong PPh Pasal 23/26 yang dilaporkan baik secara online melalui situs web pajak maupun offline di KPP.

Dengan adanya fasilitas ini, wajib pajak dapat mengecek bukti fisik yang sudah didapat wajib pajak dengan data yang dilaporkan oleh lawan transaksi wajib pajak. Wajib pajak tetap perlu melakukan pengadministrasian fisik dari bukti potong dari lawan transaksi wajib pajak. Pada bagian ini riwayat pemotongan/pemungutan PPh dibatasi untuk 1 tahun terakhir. Apabila terdapat data bukti potong/pungut yang tidak sesuai, wajib pajak dapat menghubungi Kring Pajak 1500200 atau KPP administrasi.

d. Riwayat Pelaporan menu Lapor bagian Pelaporan

Pada pengembangan layanan online DJP di tahun 2021 terdapat penambahan data SPT Masa PPh dan Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP).

Data SPT Masa PPh dan SPOP yang disajikan merupakan pelaporan yang dilakukan oleh wajib pajak baik secara online melalui situs web pajak maupun offline di KPP.

Pada bagian ini juga terdapat riwayat pelaporan yang dibatasi untuk 3 tahun terakhir. Apabila terdapat data pelaporan yang tidak sesuai, wajib pajak dapat menghubungi Kring Pajak 1500200 atau KPP administrasi.

4048064

PENGUSAHA KECIL DAN KEWAJIBANNYA MENURUT UU PPN

Pengusaha Kecil Berdasarkan Batasan Peredaran Bruto

PMK Nomor 68/PMK.03/2010 stdtd. PMK Nomor 197/PMK.03/2013 menetapkan batasan pengusaha kecil untuk PPN. Lebih lanjut diberikan pengertian bahwa pengusaha kecil adalah pengusaha yang selama satu tahun buku atau tahun kalender melakukan penyerahan BKP dan/atau JKP dengan jumlah peredaran bruto dan/atau penerimaan bruto tidak lebih dari Rp4.800.000.000,00. Jumlah peredaran bruto dan/atau penerimaan bruto dimaksud adalah jumlah keseluruhan penyerahan BKP dan/atau JKP yang dilakukan oleh pengusaha dalam rangka kegiatan usahanya.

Kewajiban Pengusaha Kecil

Pengusaha kecil tidak wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak dan tidak wajib memungut, menyetor, dan melaporkan PPN atau PPN dan PPnBM yang terutang atas penyerahan BKP dan/atau JKP yang dilakukannya.

Namun, Ketentuan di atas tidak berlaku apabila pengusaha kecil memilih untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak. Artinya, pengusaha kecil sama halnya dengan pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak wajib memungut, menyetor, dan melaporkan PPN atau PPN dan PPnBM yang terutang atas penyerahan BKP dan/atau JKP yang dilakukannya.

Kewajiban Melaporkan Usaha

Pengusaha kecil wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak apabila sampai dengan suatu bulan dalam tahun buku/kalender jumlah peredaran bruto dan/atau penerimaan brutonya melebihi Rp 4.800.000.000 per tahun. Kewajiban itu harus dilakukan paling lama akhir bulan berikutnya setelah bulan saat jumlah peredaran bruto dan/atau penerimaan brutonya melebihi Rp 4.800.000.000.

Apabila diperoleh data dan/atau informasi yang menunjukkan adanya kewajiban melaporkan usaha yang tidak dipenuhi, maka Dirjen Pajak secara jabatan dapat mengukuhkan pengusaha kecil sebagai Pengusaha Kena Pajak. Selanjutnya pengusaha tadi dapat diterbitkan surat ketetapan pajak dan/atau surat tagihan pajak untuk Masa Pajak sebelum pengusaha dikukuhkan secara jabatan sebagai Pengusaha Kena Pajak, terhitung sejak saat jumlah peredaran bruto dan/atau penerimaan brutonya melebihi Rp 4.800.000.000.

Sebaliknya, dalam hal pengusaha telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak namun jumlah peredaran bruto dan/atau penerimaan brutonya dalam satu tahun buku/kalender tidak melebihi Rp 4.800.000.000, Pengusaha Kena Pajak tersebut dapat mengajukan permohonan pencabutan pengukuhan sebagai Pengusaha Kena Pajak.

310400-P8PSHC-328

CEK KEBENARAN NPWP DENGAN MUDAH

Apakah Anda pernah mendapatkan surat dari Kantor Pelayanan Pajak terkait ketidaksesuaian data yang tercantum pada Surat Pemberitahuan, seperti NPWP staf tersebut tidak terdaftar (NPWP tidak ditemukan/salah), atau ternyata NPWP tersebut tidak aktif/dicabut?

Sebagai staf perpajakan diwajibkan untuk melakukan validasi untuk mengecek kebenaran NPWP staf tersebut karena ketidakbenaran yang ditemukan kemudian dapat menimbulkan denda perpajakan. Berikut cara mudah mengecek kevalidan/kebenaran NPWP dengan mudah:

1. Melalui website resmi https://ereg.pajak.go.id/ceknpwp

Website ereg.pajak.go.id hanya bisa dilakukan untuk melakukan pengecekan NPWP Orang Pribadi saja. Di laman tersebut kita tinggal memasukkan NIK, Nomor Kartu Keluarga dan captcha lalu klik “CARI”. Nantinya akan muncul data NPWP antara lain nomor NPWP, Nama WP, lokasi KPP Terdaftar, serta status NPWP apakah aktif atau DE (dihapuskan) atau NE (Non Efektif). Untuk istri yang menggunakan NPWP suami maka NIK yang diinput adalah NIK suami karena yanng terdaftar pada database pajak adalah NIK suami bukan istri.

2. KRING PAJAK 1500200

Kring Pajak 1500200 dapat melakukan validasi NPWP namun kita harus memberikan data yang diperlukan antara lain NPWP, Nama Wajib Pajak, dan Alamat Wajib Pajak. Nantinya Kring Pajak 1500200 akan memberikan jawaban apakah NPWP tersebut sudah sesuai atau tidak sesuai dengan masterfile DJP.

3. Kantor Pelayanan Pajak (KPP)

Telepon atau mengunjungi KPP merupakan solusi yang dapat dilaukan jika Wajib Pajak memiliki banyak waktu. Jika ingin berkunjung ke KPP, pastikan terlebih dahulu mengambil nomor antrian pada laman https://kunjung.pajak.go.id.  Wajib Pajak bisa langsung mengunjungi KPP terdekat dengan membawa dokumen antara lain KTP dan NPWP jika ingin melakukan pengecekan kebenaran dari NPWP Orang Pribadi. Namun jika ingin melakukan pengecekan kebenaran dari NPWP Badan Usaha maka Wajib Pajak perlu membawa tambahan dokumen berupa Akte Perusahaan dan surat kuasa jika yang datang ke KPP bukanlah direktur.

4. Menu e-Bupot DJP Online

Pada menu perekaman bukti potong baru, silakan pilih identitas NPWP kemudian memasukkan no NPWPnya maka otomatis akan muncul data berupa nama, alamat, kelurahan/desa, kecamatan, kota/kabupaten, propinsi serta kode pos. Apabila NPWP yang kita input salah maka akan muncul keterangan notifikasi “NPWP Tidak Ada”.  Namun pengecekan menggunakan e-Bupot terdapat kelemahan yang mana akan tetap muncul data atas NPWP yang sudah dihapuskan (DE).

5. Menu e-Billing DJP Online

Pada menu e-Bupot bisa menggunakan Jenis Pajak 411128 – PPh Final dengan Jenis Setoran 403 – PPh Pasal 4(2) Sewa Tanah dan/atau Bangunan ataupun jenis setoran lainnya seperti 423 – PPh Final UMKM Pemotongan/Pemungutan atau jenis setoran lainnya yang memerlukan penginputan NPWP Pihak Lain pada kolom Subjek Pajak. Selanjutnya tinggal kita inputkan NPWP yang ingin dicek ke kolom NPWP setelah kolom Subjek Pajak maka akan muncul data seperti nama dan alamat jika NPWP yang kita input benar atau akan muncul keterangan Status NPWP DE bagi NPWP yang sudah dihapuskan.

Mining concept with heavy industry machines and coal truck retro cartoon style vector illustration

Barang yang Tidak Dikenakan Pajak (Non BKP)

Berdasarkan Pasal 4A ayat (2) UU Nomor 42 Tahun 2009 dan memori penjelasannya, jenis barang yang tidak dikenai PPN adalah barang tertentu dalam kelompok barang sebagai berikut:

  1. Barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil langsung dari sumbernya, meliputi:
    a. minyak mentah (crude oil);
    b. gas bumi, tidak termasuk gas bumi seperti elpiji yang siap dikonsumsi langsung oleh masyarakat;
    c. panas bumi;
    d. asbes, batu tulis, batu setengah permata, batu kapur, batu apung, batu permata, bentonit, dolomit, felspar (feldspar), garam batu (halite), grafit, granit/andesit, gips, kalsit, kaolin, leusit, magnesit, mika, marmer, nitrat, opsidien, oker, pasir dan kerikil, pasir kuarsa, perlit, fosfat (phospat), talk, tanah serap (fullers earth), tanah diatome, tanah liat, tawas (alum), tras, yarosif, zeolit, basal, dan trakkit;
    e. batubara sebelum diproses menjadi briket batubara; dan
    f. bijih besi, bijih timah, bijih emas, bijih tembaga, bijih nikel, bijih perak, serta bijih bauksit.
  2. Barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak, meliputi:
    a. beras;
    b. gabah;
    c. jagung;
    d. sagu;
    e. kedelai;
    f. garam, baik yang beryodium maupun yang tidak beryodium;
    g. daging, yaitu daging segar yang tanpa diolah, tetapi telah melalui proses disembelih, dikuliti, dipotong, didinginkan, dibekukan, dikemas atau tidak dikemas, digarami, dikapur, diasamkan, diawetkan dengan cara lain, dan/atau direbus;
    h. telur, yaitu telur yang tidak diolah, termasuk telur yang dibersihkan, diasinkan, atau dikemas;
    i. susu, yaitu susu perah baik yang telah melalui proses didinginkan maupun dipanaskan, tidak mengandung tambahan gula atau bahan lainnya, dan/atau dikemas atau tidak dikemas;
    j. buah-buahan, yaitu buah-buahan segar yang dipetik, baik yang telah melalui proses dicuci, disortasi, dikupas, dipotong, diiris, di-grading, dan/atau dikemas atau tidak dikemas; dan
    k. sayur-sayuran, yaitu sayuran segar yang dipetik, dicuci, ditiriskan, dan/atau disimpan pada suhu rendah, termasuk sayuran segar yang dicacah.
  3. Makanan dan minuman
    Makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan, warung, dan sejenisnya, meliputi makanan dan minuman baik yang dikonsumsi di tempat maupun tidak, termasuk makanan dan minuman yang diserahkan oleh usaha jasa boga atau katering. Perlakuan ini berfungsi untuk menghindarkan dari pengenaan pajak berganda mengingat makanan dan minuman yang disajikan di hotel atau restoran telah dikenakan Pajak Daerah. Jadi prinsipnya atas objek tersebut bukan berarti tidak dikenakan pajak sama sekali, hanya saja dikenakan pajak dengan jenis selain PPN. Dalam prakteknya, tarif banyak daerah atas objek ini pada umumnya sama yaitu 10%. Prinsip yang sama juga ditemui pada perlakuan jasa hiburan yang didefinisikan bukan sebagai Jasa Kena Pajak sehingga tidak terutang PPN karena telah dikenakan Pajak Daerah.
  4. Uang, emas batangan, dan surat berharga.
transportation cargo merchandise ship making travel with containers in distribution route crossing city cartoon vector illustration graphic design

Ekspor Jasa Kena Pajak (JKP) oleh Pengusaha Kena Pajak

Ekspor JKP adalah setiap kegiatan penyerahan JKP ke luar Daerah Pabean. Termasuk dalam pengertian ekspor JKP adalah penyerahan JKP dari dalam Daerah Pabean ke luar Daerah Pabean oleh Pengusaha Kena Pajak yang menghasilkan dan melakukan ekspor BKP Berwujud atas dasar pesanan atau permintaan dengan bahan dan atas petunjuk dari pemesan di luar Daerah Pabean.

Beberapa Istilah Penting

Ada beberapa istilah yang penting untuk diketahui berkaitan dengan kegiatan ekspor JKP ini, yaitu:

  • Ekspor JKP adalah setiap kegiatan penyerahan JKP ke luar Daerah Pabean.
  • Jasa adalah setiap kegiatan pelayanan yang berdasarkan suatu perikatan atau perbuatan hukum yang menyebabkan suatu barang, fasilitas, kemudahan, atau hak tersedia untuk dipakai, termasuk jasa yang dilakukan untuk menghasilkan barang karena pesanan atau permintaan dengan bahan dan atas petunjuk dari pemesan.
  • Jasa Maklon adalah pemberian jasa dalam rangka proses penyelesaian suatu barang tertentu yang proses pengerjaannya dilakukan oleh pihak pemberi jasa (disubkontrakkan), dan pengguna jasa menetapkan spesifikasi, serta menyediakan bahan baku dan/atau barang setengah jadi dan/atau bahan penolong/pembantu yang akan diproses sebagian atau seluruhnya, dengan kepemilikan atas barang jadi berada pada pengguna jasa.
  • Penggantian adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh pengusaha karena penyerahan JKP, ekspor JKP, atau ekspor BKP Tidak Berwujud, tetapi tidak termasuk PPN yang dipungut menurut UU PPN dan potongan harga yang dicantumkan dalam Faktur Pajak atau nilai berupa uang yang dibayar atau seharusnya dibayar oleh Penerima Jasa karena pemanfaatan JKP dan/atau oleh penerima manfaat BKP Tidak Berwujud karena pemanfaatan BKP Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean.

Ekspor Jasa Kena Pajak dikenai Pajak Pertambahan Nilai 0% sepanjang memenuhi ketentuan sebagai berikut: (Pasal 6 ayat 1 PMK-32/PMK.010/2019)

  1. didasarkan atas perikatan atau perjanjian tertulis antara Pengusaha Kena Pajak dengan Penerima Ekspor Jasa Kena Pajak yang mencantumkan dengan jelas:
  • Jenis;
  • rincian kegiatan yang dihasilkan di dalam Daerah Pabean untuk dimanfaatkan di luar Daerah Pabean oleh Penerima Ekspor Jasa Kena Pajak; dan
  • nilai penyerahan,
  • Jasa Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 PMK-32/PMK.010/2019, dan
  1. terdapat pembayaran disertai dengan bukti pembayaran yang sah dari Penerima Ekspor Jasa Kena Pajak kepada Pengusaha Kena Pajak sehubungan dengan Ekspor Jasa Kena Pajak.

Kegiatan pelayanan yang tidak memenuhi ketentuan ini dianggap sebagai penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dikenai Pajak Pertambahan Nilai (Pasal 6 ayat 2 PMK-32/PMK.010/2019). Jasa Kena Pajak yang dihasilkan dan dimanfaatkan di luar Daerah Pabean tidak dikenai Pajak Pertambahan Nilai. (Pasal 6 ayat 3 PMK-32/PMK.010/2019).

 

meterai

CARA MEMBELI METERAI ELEKTRONIK

1 Oktober 2021 Pemerintah telah mensahkan adanya meterai elektronik yang dapat digunakan oleh masyarakat. Penggunaan meterai eletronik dengan cara membubuhkan pada dokumen melalui system tertentu.

Bagaimana cara membeli meterai elektronik:

  1. Buka laman pos.e-meterai.co.id
  2. Jika belum memiliki akun silakan klik menu DAFTAR kemudian pilih user PERSONAL
  3. Unggah file KTP dan tunggu hingga muncul keterangan “UPLOAD BERHASIL, KTP sudah terupload” kemudian isikan data diri dan akhiri dengan klik DAFTAR
  4. Setelahnya akan muncul pesan “REGISTRASI SUKSES, Harap cek email Anda untuk memverifikasi akun”
  5. Buka inbox email dari noreplyperuri@gmail.com kemudian klik “Verifikasi” dan tunggu hingga muncul notif “VERIFIKASI BERHASIL”
  6. Klik Login
  7. Masukkan email dan password jika Anda sudah melakukan pendaftaran
  8. Lalu masukkan OTP yang dikirim via email atau sms
  9. Jika belum memiliki kuota materai elektronik maka terlebih dahulu klik PEMBELIAN
  10. Masukkan jumlah kuota materai elektronik yang ingin dibeli
  11. Selanjutnya lakukan pembayaran bisa menggunakan QREN atau metode pembayaran lainnya. QREN merupakan layanan yang menghubungkan penjual dengan penerbit alat bayar untuk memberikan kemudahan bagi pembeli dalam melakukan pembayaran secara mobile dengan menggunakan teknologi QR Code.
  12. Metode pembayaran lainnya saat ini sudah tersedia beragam, bisa melalui modern channel (Bank, Alfamart Group, Yomart Group, PT. POS, Pegadaian), Virtual Account Bank (Mandiri, BRI, BNI, Permata, BCA), E-money / e-wallet (Finpay wallet, Linkaja, OVO, Gopay), QRIS, pembayaran instan (PermataNet, Danamon Online Banking, Pos Pay, BCA KlikPay, CIMB Klik), kredit online (Kredivo), ataupun kartu kredit.
  13. Cek akun pilih menu “Riwayat Pembelian” nanti akan muncul apakah pembelian kita tadi berhasil (terbayar) atau gagal.
  14. Selanjutnya silakan bubuhkan meterai pada dokumen yang diinginkan.
business man financial inspector and secretary making report, calculating or checking balance. Internal Revenue Service inspector checking document. Audit concept

Jasa Kena Pajak (JKP) – lanjutan

Sebelumnya

j. Jasa di bidang angkutan umum di darat dan di air serta jasa angkutan udara dalam negeri yang menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari jasa angkutan udara luar negeri

Berdasarkan PMK-80/PMK.03/2012 PPN tidak dikenakan atas:

  1. Jasa angkutan umum darat
    a. Jasa angkutan umum di darat yang dimaksud adalah yang meliputi jasa angkutan umum di jalan dan jasa angkutan umum Kereta Api yang menggunakan Kendaraan Angkutan Umum.
    b. Kendaraan Angkutan Umum adalah kendaraan bermotor yang digunakan untuk angkutan orang dan/atau barang yang disediakan untuk umum dengan dipungut bayaran baik dalam trayek atau tidak dalam trayek, dengan menggunakan tanda nomor kendaraan dengan dasar kuning dan tulisan hitam.
    c. Tidak termasuk dalam Jasa Angkutan Umum di darat yang tidak dikenai PPN adalah dalam hal jasa angkutan menggunakan Kereta Api yang disewa atau yang dicarter.
  2. Jasa angkutan umum air
    a. Jasa angkutan umum di air sebagaimana dimaksud adalah Jasa Angkutan di laut, sungai, danau, waduk, rawa, banjir kanal, terusan atau penyeberangan yang menggunakan kapal.
    b. Kapal adalah kendaraan air dengan bentuk dan jenis tertentu, yang digerakkan dengan tenaga angin, tenaga mekanik, energi lainnya, ditarik atau ditunda, termasuk kendaraan yang berdaya dukung dinamis, kendaraan di bawah permukaan air, serta alat apung dan bangunan terapung yang tidak berpindah-pindah
    c. Tidak termasuk dalam pengertian jasa angkutan umum di air sebagaimana dimaksud adalah dalam hal jasa angkutan menggunakan Kapal yang disewa atau yang dicarter.

k. Jasa di Bidang Tenaga Kerja, meliputi :

Berdasarkan PMK-83/PMK.03/2012 Jasa Tenaga Kerja yang tidak dikenai PPN, yaitu meliputi:

  1. Jasa tenaga kerja;
  2. Jasa penyediaan tenaga kerja sepanjang pengusaha penyedia tenaga kerja tidak bertanggung-jawab atas hasil kerja dari tenaga kerja tersebut;
  3. Jasa penyelenggaraan pelatihanan bagi tenaga kerja yang diselenggarakan oleh lembaga pelatihan kerja yang telah memperoleh izin atau terdaftar di instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan. Termasuk kegiatan pemagangan yang dilakukan dalam satu kesatuan dengan penyerahan jasa penyelenggaraan pelatihan bagi tenaga kerja.
  4. Termasuk dalam pengertian tenaga kerja adalah peserta magang yang melakukan kegiatan pemagangan.

Atas penyerahan jasa di bidang tenaga kerja selain diatas dikenakan PPN, termasuk Outsourcing.

Outsourcing adalah kegiatan memberikan jasa dalam suatu bidang usaha, kegiatan atau pekerjaan yang dilakukan oleh tenaga kerja pemberi jasa dengan disertai keterlibatan langsung tenaga kerja tersebut dalam pelaksanaannya. Sehingga Outsourcing merupakan penyerahan JKP yang tidak termasuk penyerahan jasa penyediaan tenaga kerja.

Kriteria jasa penyediaan tenaga kerja yang tidak dikenai PPN adalah:

  1. Pengusaha penyedia jasa tenaga kerja tersebut semata-mata hanya menyerahkan jasa penyediaan tenaga kerja, yang tidak terkait dengan pemberian JKP lainnya, seperti jasa teknik, manajemen, konsultasi, pengurusan perusahaan, bongkar muat, dan jasa lainnya;
  2. Pengusaha penyediaan jasa tenaga kerja tidak melakukan pembayaran gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan/atau sejenisnya kepada tenaga kerja yang disediakan;
  3. Pengusaha penyedia tenaga kerja tidak bertanggung jawab atas hasil kerja tenaga kerja yang disediakan setelah diserahkan kepada pengguna jasa tenaga kerja;
  4. Tenaga kerja yang disediakan masuk dalam struktur kepegawaian pengguna jasa tenaga kerja.

l. Jasa di Bidang Perhotelan meliputi:

  1. Jasa persewaan kamar termasuk tambahannya di hotel, rumah penginapan, motel, losmen, hostel, serta fasilitas yang terkait dengan kegiatan perhotelan untuk tamu yang menginap;
  2. Jasa persewaan ruangan untuk kegiatan acara atau pertemuan di hotel, rumah penginapan, motel, losmen, dan hostel.

m. Jasa Yang Disediakan oleh Pemerintah

Jasa yang disediakan oleh pemerintah dalam rangka menjalankan pemerintahan secara umum meliputi jenis-jenis jasa yang dilaksanakan oleh instansi pemerintah, antara lain pemberian Izin Membangun Bangunan, pemberian Izin Usaha Perdagangan, pemberian Nomor Pokok Wajib Pajak, dan pembuatan kartu Tanda Penduduk.

Jasa yang disediakan oleh Pemerintah dalam rangka menjalankan pemerintahan secara umum adalah semua jenis jasa yang berasal dari semua kegiatan pelayanan yang hanya bisa dilakukan oleh instansi pemerintah meliputi Departemen dan Lembaga Non Departemen dan tidak dapat dilakukan oleh bentuk usaha lain.Apabila jasa yang disediakan oleh instansi pemenintah tersebut juga dapat dilakukan oleh bentuk usaha lain maka jasa tersebut dikenakan Pajak Pertambahan Nilai, sepanjang tidak termasuk jasa yang tidak dikenakan atau dibebaskan dari pengenaan sesuai ketentuan yang berlaku (PMK-82/PMK.03/2012).

n. Jasa Penyediaan Tempat Parkir

o. Jasa Telepon Umum Dengan Menggunakan Uang Logam

p. Jasa Pengiriman Uang Dengan Wesel Pos

q. Jasa Boga dan Catering

Jasa boga atau katering merupakan jasa penyediaan makanan dan minuman yang dilengkapi dengan peralatan dan perlengkapan untuk proses pembuatan, penyimpanan, dan penyajian, untuk disajikan di lokasi yang diinginkan oleh pemesan (Pasal 1 ayat (2) PMK-18/PMK.010/2015). Penyajian makanan dan/atau minuman di lokasi yang diinginkan oleh pemesan ini dapat dilakukan dengan atau tanpa peralatan dan petugasnya (Pasal 1 ayat (3) PMK-18/PMK.010/2015). Makanan dan/atau minuman yang menjadi bagian tidak terpisahkan dari penyerahan jasa boga atau katering merupakan jenis barang yang tidak dikenai PPN (Pasal 1 ayat (4) PMK-18/PMK.010/2015).

Tidak termasuk dalam pengertian jasa boga atau katering yaitu penjualan makanan dan/atau minuman yang dilakukan melalui tempat penjualan berupa toko, kios, dan sejenisnya untuk menjual makanan dan/atau minuman, baik penjualan secara langsung maupun penjualan secara tidak langsung/pesanan. (Pasal 2 PMK-18/PMK.010/2015)