files-1614223_1920

SPT sebagai Sarana Pembukuan dalam Akuntansi Perpajakan

Akuntansi Perpajakan (Tax Accounting) adalah akuntansi yang diterapkan sesuai dengan prinsip perpajakan. Akuntansi pajak merupakan bagian dari akuntansi statuter (statutory accounting) atau akuntansi yang dibatasi dengan peraturan perundang-undangan tertentu. Akuntansi statuter sebenarnya merupakan bagian dari ilmu akuntansi, hanya saja terdapat beberapa perbedaan dengan ilmu akuntansi umum, yang disebabkan oleh adanya peraturan pemerintah (bisa berupa perundang-undangan).

Dengan berlakunya UU KUP, maka sistem pemungutan PPh yang diterapkan di Indonesia adalah menggunakan Sistem Self Assesment. Dalam sistem ini masyarakat Wajib Pajak diberi kepercayaan dan tanggung jawab untuk menghitung, memperhitungkan, membayar dan melaporkan sendiri besarnya pajak yang harus dibayar kepada Pemerintah (Direktorat Jenderal Pajak) sesuai dengan laporan yang dibuatnya. Dengan demikian aktivitas pemenuhan kewajiban-kewajiban perpajakan dipercayakan kepada masyarakat Wajib Pajak. Dasarnya adalah Pasal 12 UU KUP yang berbunyi: “Setiap Wajib Pajak wajib membayar pajak yang terutang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, dengan tidak menggantungkan pada adanya surat ketetapan pajak.”

Dalam perpajakan Indonesia, dikenal istilah SPT atau Surat Pemberitahuan, yang digunakan Wajib Pajak sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan penghitungan jumlah pajak yang sebenarnya terutang dan untuk melaporkan tentang:

  • pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri dan/atau melalui pemotongan atau pemungutan pihak lain dalam satu Tahun Pajak atau Bagian Tahun Pajak;
  • penghasilan yang merupakan objek Pajak dan/atau bukan objek Pajak;
  • harta dan kewajiban; dan/atau
  • pembayaran dari pemotong atau pemungut tentang pemotongan atau pemungutan pajak orang pribadi atau badan lain dalam satu Masa Pajak, yang ditentukan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.

 

Apabila SPT telah diisi dengan benar, baik secara formal maupun secara material dan dalam jangka waktu 5 tahun Direktorat Jenderal Pajak tidak melakukan pemeriksaan terhadap SPT Tahunan tersebut, maka SPT tersebut juga berfungsi sebagai surat ketetapan pajak (skp), sehingga tidak perlu lagi dikeluarkan skp oleh Direktorat Jenderal Pajak c.q. Kantor Pelayanan Pajak, kecuali kalau SPT tersebut menunjukkan kelebihan membayar karena jumlah pajak yang sebenarnya terutang lebih kecil daripada pajak yang telah dibayar dalam tahun pajak berjalan, baik melalui Pemotong/Pemungut Pajak maupun yang telah dibayar sendiri.

Comments are closed.